Thursday, April 25, 2013

Ketemu Romo Kyai

Setelah cukup lama tak sowan ke ndalem, kali ini, mumpung masih di kampung, mudik dari tanah rantauan, aku sempat-sempatkan mampir sowan.
Sore ini, ndalem Romo Kyai tampak sepi, tidak seperti hari-hari biasanya, yang dipenuhi dengan para santri putra yang menyimak dan mencatat uraian makna penjelasan tafsir Jalalain Romo Kyai. Mungkin ini hari kamis. Biasanya, memang hari libur ngaji, selain hari jumat, atau barangkali aktivitas pengajian pondok memang belum dimulai lagi setelah liburan hari Raya.

Di halaman pondok pesantren, tampak beberapa santri sedang menyapu rontokan dedaunan pohon mangga, kecacil dan sampah jajananSementara itu, di ruang Ndalem kulon, karpet hambal yang biasanya dipakai alas pengajian santri putra itu tampak berdebu. Berbeda dengan hari-hari aktif, lantai ndalem bersih dan rapi. Memang, biasanya ada santri khadim yang menyapu dan membersihkan lantai Ndalem. 
Proses menjadi khadim (khadimisasi) memiliki cerita yang bervariasi. Bisa jadi, ada yang melalui sowan, mengajukan dirinya kepada Romo Kyai. Ada yang sejak pertama kali nyantri, dia dipasrahkan oleh orang tuanya kepada Romo Kyai dan selanjutnya mengabdi di ndalem. Ada pula yang melalui proses alamiah, seakan tak terasa, tiba-tiba saja menjadi abdi ndalem. Ada pula yang memanfaatkan momen-momen lebaran Fitri, dimana para tamu ramai berdatangan silih berganti. Sementara para santri yang masih bertahan di pondok hanya satu dua. Lantas, ia datang ke ndalem dan langsung ke dapur, membantu mengantarkan suguhan minuman, makanan dan jajanan para tetamu. Dan setiap hari, mereka secara istiqamah datang hanya sekedar untuk menyapu lantai, halaman rumah kyai, membersihkan jendela, membuang sampah, sesekali mencuci motor putranya kyai dan menguras bak mandi Ndalem. Dengan berjalannya waktu, secara alamiah, ia pun seakan telah menjadi khadim tetap ndalem, sampai ia harus keluar dari ndalem, pamit untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi atau mondok di pesantren lain pada jenjang yang lebih tinggi, dan lain sebagainya.
Melihat lantai yang cukup kotor berdebu itu, segera kuraih sapu khusus karpet hambal yang tergeletak di pojok ruang itu, dan kumulai menyapu, membersihkan debu demi debu. Ingin mengenang masa-masa indah itu, saat masih mondok dulu, menjadi juru bersih ndalem, dengan salah seorang kawan santri.
“Nyaman dan Mantab sekali sapu ini. Debu-debu di karpet pun serasa terangkat semua. Tampaknya sudah dimodif sedemikian rupa sama oleh santri khadim. Kreatif sekali santri itu.” Gumamku dalam hati. Hanya beberapa menit saja, lantai sudah tampak bersih.
Kulihat pintu depan bagian selatan dari bilik yang biasa dipakai untuk menerima kunjungan tamu agung itu terbuka. Memang, ruangan  itu cukup menyejarah bagiku. Bukan karena apa, aku bisa bertatap muka, melihat secara jelas para kiai-kiai besar dan tokoh-tokoh nasional dengan jarak dekat. Mulai dari Kang Said Agil yang saat itu hendak mengisi Tabligh Akbar. Khafifah IP yang hendak menjadi keynote speaker pada sebuah acara seminar, sekaligus silaturrahim politik jelang pilgub 2009. Juga Gus Sholah yang sedang silaturrahim politik hendak maju jadi cawapres Wiranto saat itu. Segera kulangkahkan kaki, untuk menutup pintu itu.
Sementara itu, di pintu samping timur, tampak Romo Kyai sedang duduk di kursi, mengajakku ngobrol santai, bercerita. Lirih kudengar suara beliau berucap. Karena jarak kami cukup berjauahan. Segera aku melangkahkan kaki lebih dekat.
“Ada seorang pria melakukan sebuah ritual aneh, memotong sapi persembahan dan bahkan melakukan ritual nyleneh lainnya. Ritual mistis itu dilakoninya setelah ia datang pada seorang dukun, paranormal. Ia ingin dagangannya laris dan sukses. Setelah diketahui para warga desa, para tetangganya, ia pun dilaporkan ke pihak yang berwenang. Ia diikat dan hendak dieksekusi.”
“Akan tetapi, secara tiba-tiba, di hari eksekusi itu, ia hilang, lenyap entah kemana!”lanjut beliau.
“Orang sini yai?”
“Bukan. Itu cerita dari sebuah kitab kuning. Cerita itu juga pernah kudapati di mading sebuah masjid besar di rest area tol sebelum Jakarta. Kalau tidak salah namanya, Assalam.”
“Yang di sebelah kiri tol itu ya, yai? Yang di sampingnya ada sekolah besarnya?” Tanyaku memastikan, rasa-rasanya aku pernah mampir di sana.
Iya!” jawab Romo Kyai.
“Itu, kalau tidak salah, masih di daerah Bekasi, Yai.”
“Cerita itu dan juga cerita-cerita lainnya ada di sini.”
Ujar beliau, sambil memperlihatkan dua buah buku tipis karya terjemahan beliau.

“Masih banyak cerita-cerita lain berserakan di kitab-kitab besar. Ada rencana untuk memungut cerita-cerita itu, lalu saya terjemahkan dan diterbitkan dalam buku kompilasi kisah.” Lanjut beliau.

“Wah, menarik itu. Bisa dicontoh!” gumamku dalam hati.
“Buu. Mana ayah, udah datang belum? Katanya mau bawain oleh-oleh Manggis buat Nabil!” Suara Nabil membangunkan tidur malamku yang begitu lelapnya.
Untuk kesekian kalinya, Romo Kyai hadir lagi dalam mimpi. Banyak makna yang bisa kuambil. 
Pertama, penting dan sesegera mungkin aku harus menulis dan menerbitkan buku. Bisa mulai dari yang sederhana, sekedar seperti yang beliau lakukan dalam mimpiku. Memungut cerita-cerita yang berserakan dalam kitab turats, menerjemahkannya dan menerbitkannya. Bahkan mungkin bisa lebih dari itu.
Kedua, bisa jadi kehadiran beliau ini hendak mengingatkanku untuk membaca ijazah beliau, al-Waqi’ah yang tadi malam belum aku selesaikan, karena buru-buru pulang, sehabis shalat Magrib Isya’ di Masjid Attaqwa Kota Cirebon. 
Ketiga, bahkan bisa jadi beliau hendak memperingatkanku yang telah beberapa hari tidak berjamaah di masjid. Namun berjamaah di rumah saja. Barangkali, sesekali di rumah bersama keluarga dan sesekali berjamaah di masjid, selang-seling.
Keempat, mungkin beliau mengingatkan atau bahkan memperingatkanku agar segera bangkit, lebih giat dan serius dalam proses belajar saat ini. Dan, bisa jadi ada makna yang lain. Wallahu a’lam.

Babakan, 3 Oktober 2013

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...