Monday, November 30, 2015

Jumbrek Paciran

Ini Jumbrekku. Mana Dublekmu

Indonesia kaya akan budaya, bahasa dan tradisi. Hampir setiap daerah di kepulauan Nusantara punya ciri khas masing² dalam ketiga unsur tersebut. Bahkan, soal bahasa misalnya, di Kecamatan kami sekedar contoh, Paciran, setiap desa punya aksen dan logat yang berbeda satu sama lain. Sehingga, seseorang penduduk desa tertentu di kecamatan ini bila bertemu, bisa diidentifikasi asal desanya dari aksen dan logat bahasa Jawa yang digunakannya. Misalnya saja, di desa Kranji, kami kerap menambahkan huruf 'i' di akhir perkataan, "Iyo i." Lain lagi dengan orang desa Paciran, di sana sering menggunakan tambahan "toh" di akhir kata, "Iyo toh."

Soal kosa kata pun begitu. Misal, di desa Paloh, ada perkataan, "Ah pagon pae!" (Ah, (kamu) tidak berubah, masih begitu saja). Di desa Kranji, kami menggunakan, "Ah, awakmu pancet ae." Contoh lain, di desa Sendang  Duwur, kawan saya kerap menggunakan kata, "Dingah-dingah toh!" (Terserah aku dong), di Kranji pakai, "Sak karepku loh." Ada pula kata, "mêne" yang вεяαтï "вεร๑к". Dï δεα Kяαjï ƒï ραкαï кαтα
"ïร๑к".
Model aksen δαк๑รα кαтα ïï кïтα кεαℓ δεвαγαк εδïα, δï αтαяαγα кεтïкα вεятε๓บ δï ρααя, εкαн, ρ๑ทδк, δααïท รεвαgαïγα.

∫εкαяαg кïтα вïςαяα jαjααкнαร. Dï kecamatan Pαςïяαтεяδαραт εjบ๓αн jαjααкнαγαg вαяบ รαγα тε๓บï ƒï ïï. βïℓα тαρε ïвgкïg δεввgкบร δαบท ρïαg γαg jαδï jαкнαвαтαท ๑яαg δεα บทggα๓บท вïα δïтε๓บï δï εвαgïαδαεяαн δï ℓαя αα, αкα вεδα δεjบ๓вяεк. บ๓вяεк αγα εγεвтγα, αδα ρα γαg εγεвтγα "δบ๓вℓεк", εяραкαjαjααкнαδεα αςïяαท. Mαкγïк (ραggïℓααкяαв εεк αγα) γαg εяραкαท ๑яαg αεℓï αςïяαδบทγα εαктบ ๓αïн εнαт, รบкα вïкïδบ๓вℓεк. ∫ααт ïï, Mαкγïк รบδαн ερн, тïδαк кαт вïкïjบ๓вяεк ℓαgï. Hαγα αjα, вεℓบ๓ αδα δαяï ρтяα-ρтяï δαςςบ-ςïςïтγα γαg εℓαjткαкεαнℓïรท вαт jบ๓вяεк.
Jumвяεк тεявαт δαяï αδ๑ทαкεтαℓ тερบทg вεяαδεท รεδïкïт αтαяεвบรαδïтαвαн gα Mεяαн, вïα ρα δεgα ραïя. αρï gα Mεяαн (αα, αςïяαท) яααγα ℓεвïн εαк. Aδ๑ทαïï δïαรบккαкε δαℓαвบทบรαкнαรทγα γαg тεявαт δαяï δαบท ๑ทтαя (ρн๑ท รïαℓαท) δïℓïℓïт-ℓïℓïт вεявεтк кнบรบรบร รερεятï тεя๑๓ρεт. Aδ๑ทαγαg тεℓαн δïтαgкαкε δαℓα๓ พαδαн δαบท ๑ทтαя δïккบร нïggα αтαg. Цтк εαвαн кεℓεzαтα, ∫εвαgïαδบ๓вяεк вïααγα δïтαвяï jgα δεïяïαкεςïℓ вαн αgкα.
ggα кïï, jαjααδบ๓вяεк αïн вïα кïтα тε๓บï δï εкïтαя αςïяα£α๓๑ทαтяα, вαïк δï ααя, β£, αρบท δï δαεяαн αςïяαвαяαт δεкαт δεα Kαδαg ∫εα๑ท. Dï кααкïяï jαℓαяαγα вεятεвαяαкεδαï² кεςïℓ εjαℓ δบ๓вяεк δαท ๓ïทบ๓αεgεαςïяα, ïทบ๓αγαg δïвαт δαяï αïя αggαя ρн๑ท ๑ทтαя (ïαℓαท) γαg ℓεвïн кαï кεαℓ δεท "ςεαтαท". αγαgγα, вαïк δบ๓вяεк αρบท εgεвïα² тεяαςαεкïтεทรïγα, εвαв кαтα βαραк, кïï ρн๑ท รïαℓαท (ςεαтαท) γαg αтï αтαบ รяgαjα δïтεвαg บทтк εвαт яบ๓αн. ∫εεтαяα тïδαк αδα тïδαкαρεαααкεвαℓï ρн๑ท รεjεïραℓïï, γαg кαтα βαραк, εкïтαя 15 тαнบท вαявïα вεявαн δαδïαвïℓ αяï-αяïγα.

Я∫Ц DЯ. ∫γδï αςïяα, 12 Иνεвεя 2015

Saturday, November 28, 2015

Bait Rindu di Kereta Senja

Bait Rindu di Kereta Senja
oleh Masyhari

Sayang,
Apa kabarmu kini di rumah sana?
Senja ini, kereta yang kutumpangi melintasi kotamu
batas antara ibu dan menantu
Bahkan sempat
Ia berhenti sejenak, di tempat berlabuhnya ribuan rindu
Sayangnya, kereta tak izinkanku turun hampirimu, sekedar lepaskan rindu di kalbu

Sayang,
Apa kabarmu?
Semoga sehat sentosa selalu
Merindu peluk hangatku di sisimu
sabar butuh sabar, sayang
Di atas gerbong kereta tua
Di lintasan rel tua renta
konon sedari zaman belanda
menguasai tanah air kita
Jejaknya dalam mental kita
tak jua hilang, walau
Waktu dan generasi tlah berganti

Sayang,
Kutulis bait bait ini
sementara hatiku tak kuasa
membendung arus di dalam dada
menahan gejolak beribu rasa
tak bisa kubahasakan dengan kata
Ujung ibu jemari ini tak mampu menata
Lunglai tiada gairah
menari tanpa dendang irama
saat kereta injakkan Prujakan
stasiun biasa kita mulai darinya
dan kita menuju padanya
Dada ini serasa penuh air mata
tumpah meleleh dari dalam saja
tak dapat merembes keluar dari lubuknya
Oleh tabah dalam jiwa
Walau rasa begitu menyiksa

Sayang,
Memang aku harus segera
sapa Ayahku di sana kini mulai merenta
di kampung halaman kita tercinta
terbaring lemah tiada daya
dalam penantian anak yang dirindunya

Seribu hari seribu malam lamanya
tak bersua-sapa muka aku denganya
hanya ingin doa dan ridhanya

Sayang,
Doa demi doa panjatkanlah
tasbih, zikir, asmaul husna rapalkanlah
Fatihah demi fatihah kirimkanlah
Semoga kita dalam lindungan-Nya
Allah Yang Maha Kuasa
Amiiin

Jakarta-Cirebon-Surabaya, 04/11/2015

Thursday, November 19, 2015

Menyikapi Anak Kecil di Masjid

Mengaisembun.blogspot.com- Seorang kawan memosting sebuah tulisan seorang ustadz dari Jakarta. Dalam tulisannya, sang ustadz gemas terhadap kelakuan anak-anak di masjid yang dibawa ibu-ibu mereka. Kesan kawan saya terhadap tulisan sang ustadz cenderung negatif, karena yang disalahkan si ustadz adalah ibu dan anaknya. Nah, berikut ini tanggapan pribadi saya.
Sebatas pengalaman saya, bawa anak ke masjid itu hal yang relatif, dan subjektif. Bisa baik, bisa tidak, tergantung bagaimana kedua orang tuanya, ayah dan ibunya.

Seberapa usia anak kecil ke masjid?
Sebenarnya, tak ada batasan usia berapa yang ideal anak boleh ke masjid. Yang pasti, idealnya, setelah orang tua bisa menjamin anaknya tidak menimbulkan najis. Artinya, anak bisa kontrol buang airnya, atau bisa ditahan dengan popok tahan bocor. Ini penting, sebab masjid merupakan tempat shalat yang meniscayakan keterjagahan dari najis.

Bisa jadi, anak 3 tahun sudah bisa diajak ke masjid, dan sebaiknya, anak usia 7 tahun (hijriyah), sudah dianjurkan ke masjid, sebagaimana perintah Nabi saw, kalau melihat usia tersebut secara tekstual, tanpa melihat konteks dahulu dan kekinian. Pada intinya, saat anak sudah bisa mengontrol diri dan bisa dipasrahi tanggung jawab sederhana.

Peran Orang Tua
Seorang anak kecil, tak peduli usia berapa, tiga tahun hingga sepuluh tahun atau lebih, sebaiknya didampingi dan dipantau orang tua (ayah/ibu) saat ke masjid, sebelum dipastikan anak telah bisa mengetahui dan menjaga adab-adab di masjid. Sebelum itu, ortu wajib mengawal dan mendampingi anaknya.

Sebaiknya, saat itu, anak jangan dilepaskan ke masjid bersama anak-anak seusianya atau sepermainannya. Sebab nanti bukannya shalat, tapi malah bercanda, mengganggu orang lain yang sedang shalat. Saya punya pengalaman buruk soal ini, kaca mata saya yang kutaruh di depan diinjak anak kecil yang berlarian (curcol), ini kasuistis-subjektif tentunya.

Sebaiknya anak didampingi dan ditempatkan di samping orang tuanya. Dengan catatan, sebelum shalat, orang tua telah memberikan panduan dan perjanjian dengan anaknya, ikut shalat atau cukup duduk di tempat. Bila tidak, atau ortu telah tahu bagaimana kondisi anak, sebab ada yang tidak bisa tenang, maka ortu sebaiknya tidak membawanya.

Ayah, ataukah Ibu?
Kita semua tahu, bahwa kewajiban mendidik dan membimbing anak bukan kewajiban salah satu ortu, bukan hanya ayah, bukan juga hanya ibu, tapi kedua ortu, ayah dan ibu. Karena anak adalah hasil "karya" berdua, dan amanah bagi keduanya dari Allah. Namun, kalau ditelusuri, yang paling bertanggung jawab adalah ayah. Apa pasal? Satu, ayah adalah direktur utama dalam rumah tangga. Kedua, yang diberi amanah untuk menjaga shalat di masjid adalah kaum pria, meski para hawa tidak dilarang ke masjid. Terlepas dari itu, semua tergantung kondisi dan komunikasi antara kedua orang tua. Misal, anak laki-laki didampingi ayah dan shalat di shaf para pria, sedangkan anak putri didampingi ibu dan shalat di shaf para wanita. Ini sekaligus mengajarkan positioning shaf dalam shalat berjamaah. Sebaiknya, ortu yang bawa anak kecil yang masih bawa najis (belum khitan) tidak berbaris di shaf depan, bahkan cukup di bagian belakang.

Masjid Para Manula
Di sebagian (besar) masjid, jamaah didominasi oleh para orang tua, pensiunan dan manula. Paling tidak, ini pengalaman pribadi saya. Ya, ada pemuda dan anak usia SD-SMA, tapi jarang dan tidak mendominasi, kecuali di masjid pesantren. Mengapa demikian?

Kerap, di banyak masjid, para orang tua yang lupa pernah jadi anak kecil, suka marah dan risih dengan anak kecil. Alasannya, karena di masjid hanya ribut, bermain dan mengganggu orang shalat. Anak, memang sebagian anak, selayaknya ulat, yang tampak bikin geli dan gatal, tapi akan segera menjadi antung dan tak lama kan menjadi kupu-kupu nan indah terbang, ia bisa memakmurkan masjid, menjadi muadzin dan bahkan memimpin shalat. Akan tetapi, karena para ortunya tidak mendampingi, kesan ulat pun tetap melekat. Ia dimarahi, dibentak dan bahkan dijewer, -na'udzu billah- oleh orang tua yang bukan ortunya di masjid, sehingga ia enggan lagi ke masjid. Pada akhirnya, anak benci ke masjid, karena trauma dan takut dimarahi dan dijewer. Wallahul musta'an. Akhirnya, masjid hanya dipenuhi para manula. Anak-anak lebih asyik main petasan di jalanan, dan para remaja asyik nongkrong di warung atau tempat hiburan.

Saat ini, beberapa masjid mengalami defisit remaja. Ikatan remaja masjid pun jarang yang beroperasi. Bilapun ada, hanya formalitas dan insidensial kegiatannya. Bukankah ini problem besar?

Konon, ada yang bilang, para manula tinggal nenunggu ajal, bau tanah, sehingga wajar rajin ibadah. Kesibukan kerja sudah berkurang, karena pensiun. Apa lagi kalau bukan makin dengan Tuhannya.
Bisa jadi, para muda masih sibuk kerja, dengan asumsi bila tua akan sadar dan kembali ke masjid, dan tinggalkan dunianya. Benar begitu?

Batas usia orang tiada ditahu. Pemilahan masa kerja dan ibadah, masa dunia dan masa akhirat jelas bukan sebuah kebaikan. Saat kita sibuk dengan dunia, akhirat pun berjalan seiringan dengannya. Saat sukses dunia di usia muda, sukses akhirat kenapa harus ditunda tua. Toh, kesuksesan dunia akan makin menanjak, melangit, bila didukung dengan spiritualitas dan moralitas yang tinggi. Jadi, ke masjid tak perlu dan jangan sampai menunggu tua. Padahal kematian tidak milik orang tua saja.

Sedini mungkin, anak diakrabkan ke masjid. Dengan mengikuti pengajian al-Quran di TPQ (usia TK/SD) dan Madrasah Diniyah, pengajian keagamaan (usia SD-SMA) di Masjid dengan bimbingan guru-guru yang alim dan shalih. Sehingga, kelak setelah lulus, bisa melanjutkan estafet kemakmuran masjid. Semua itu, tentunya harus dengan adanya teladan dan bimbingan dari orang tuanya, yang akan memotivasi dan menyemangatinya. Semoga bermanfaat. []
Wallahu a'lam

Cirebon, 15 Ramadhan 1436 H

Wednesday, November 4, 2015

Zakat Properti dan Zakat Fitrah dengan Uang





Oleh Masyhari, Lc, M.H.I

Materi kajian hadis malam ini adalah tentang "Zakat Fitrah dengan Selain Bahan Pokok". Sengaja judul ini saya masukkan, karena terdapat perbedaan pendapat dan secara faktual sangat aktual. Bagi para mahasiswa, penting untuk diketahui pokok permasalahan, variasi pendapat, landasan argumentasi masing-masing pendapat dan bagaimana menyikapinya.

Dalam diskusi kelas malam ini, setelah pemakalah memaparkan materi diskusi, ada sejumlah soalan yang terlontar dari mahasiswa peserta diskusi. Di antara soalan tersebut, ada tiga hal yang cukup menyita perhatian. Patut kiranya untuk dikaji dan dibahas lebih mendalam. Soalan tersebut yaitu: (1) Waktu Bayar Zakat Properti, (2) Zakat Fitrah dengan Nilai dan Nishabnya, (3) Hukum Orang Miskin Mengambil (baca: Mencuri) Zakat dari Orang Kaya Yang Menolak Bayar Zakat.

Pertama, soal zakat properti

Terkait hal ini, ada ganjalan pertanyaan yang mengemuka terkait kapan dibayarkan zakatnya. Apakah ia dibayarkan setiap tahun (haul), sebagaimana pada zakat mal dari barang dagangan (urudh tijarah) yang lain, dimana bila nilai properti itu setiap tahunnya mencapai nishab zakat mal, maka ia dikeluarkan zakat 2,5%nya, sementara secara realustis dan kasuistis, properti bisa jadi lakunya tidak jelas, bahkan bisa jadi 5 tahun, 15 tahun, bahkan bisa lebih, apakah ia harus keluarkan zakatnya tiap tahun, sementara ia belum terima uang keuntungannya? Ataukah ia disamakan dengan zakat mal pertanian (zuru') sehingga ia dibayarkan ketika sudah laku terjual dan ia telah terima uang?

Terkait hal ini, dalam Fiqh az-Zakah, Al-Qaradhawi (juz 1), membahas mulai dari halaman 458 sd. 486. Intinya, ada dua pendapat. Pertama, tidak wajib zakat pada properti (mudhayyiqin/ madzhb limitasi), dan kedua, wajib zakat (muwassi'in/ madzhab unlimitasi).

Bila wajib, bagaimana teknisnya, kapan dan berapa nishabnya?

(Terkait ini, buka sendiri referensinya, kepanjangan ntar. Udah ngantuk saya... Nih, udah pukul 01.30 nih...hehehe).

Intinya, menurut Yusuf Al-Qaradhawi, bila memang properti diniatkan untuk diperdagangkan (dibisniskan), ia kena wajib zakat, berdasarkan ijmak yang dinukil oleh Ibnul Mundzir, berbeda dengan properti/ rumah yang hanya untuk tempat tinggal.  Namun, karena beberapa pertimbangan (hlm. 473-474), yang dibayarkan bukan nilai barangnya, tetapi dari keuntungan saja.

 

Lantas, kapan dibayarkan?Ada yg bilang, setiap tahun dihitung untungnya. Ada yg bilang, setelah laku dan yg dizakati adalah uangnya.

Brp persen yg dikeluarkan?

Pendapat kontemporer menyatakan bhwa yg dikeluarkan sebesar seperti zakat hasil bumi (ziraah dan tsimar), 5-10%. Sementara pendapat para ulama, ia disamakan dengan zakat mal, yaitu 2,5 %.

Lantas, nishab (ukuran minimal sehingga wajib zakat)nya berapa? Wallahu a'lam.

Kedua, terkait zakat fitrah

Secara histori, sebagaimana disebutkan dalam Muntaqal Akhbar, Nabi saw, sebagaimana riwayat Ibnu Umar ra, mewajibkan zakat fitrah dengan satu Sha' kurma (tamr) atau satu Sha' gandum (sya'ir), atas setiap orang muslim yang merdeka atau budak sahaya, laki2 atau perempuan. (Fiqh az-Zakah. Al-Qaradhawi. Juz 2. Hlm. 918).

Terkait dengan hal ini, ada dua pendapat; Pertama, harus satu sha' dari bahan makanan, dan kedua, boleh dengan setengah sha' qamh. Pendapat pertama oleh Mayoritas ulama, dan kedua dikatakan oleh Hanafiyah dan para muridnya. Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan bahwa di dalam Shahih AlBukhari dan Muslim disebutkan bahwa Muawiyyah lah yang mengukur secara nilai dan harga. Namun, Abu Said tidak menerima model ijtihad Muawiyah ini.

Ini diperkuat dengan riwayat AlHasan AlBashri yg disebutkan oleh Ibnu alQayyim, bhw Rasul saw mewajibkan sedekah (zakat) satu sha' tamr, gandum syair atau setengah sha' qumh....dst.. lantas, tatkala Sayyidina Ali bin Abi Thalib datang dan melihat murahnya harga, beliau berkata, "Allah telah melapangkan rizki pada kalian, andai kalian jadikan satu sha' untuk semuanya." (HR. Abu Dawud).

Dari sini, Al-Qaradhawi menyimpulkan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra melakukan demikian karena mempertimbangkan nilai/ harga sebagaimana dinyatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany dalam Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari. Hanya saja, Al-Qaradhawi menyatakan bahwa yang dijadikan parameter satu sha' adalah bahan pokok pada negara masing-masing. Dengan alasan, bahwa illat-nya adalah bahan makanan pokok sebagai barang yang dipakai zakat, sebagaimana yang berlaku di negeri ini, dimana satu sha' itu setara dengan 2,4 kg (dibulatkan menjadi 2,5 kg), bukan harga atau nilai dari satu sha' dari kurma tamr atau syair yg dipakai Nabi saw. Ya, melihat ukuran satu sha'nya (2,5 kg), bukan harga barangnya. Sementara, saat berpendapat tentang kebolehan bayar dengan nilai/ harga, Al-Qaradhawi menyatakan, untuk zaman ini, khususnya di daerah industri dan perdagangan modern, nilai uang lebih utama.

Padahal, bila kita cermati lagi, ternyata, kalau membandingkan harga kurma dan beras perkilo, kita akan dapati gap yang sangat jauh. Mari kita hitung. Harga kurma tamr rata-rata berapa perkilo? Taruhlah sekitar Rp 100rb. Bila yang diwajibkan adalah satu sha' = 2,5 kg, maka yang harusnya dikeluarkan adalah 250rb. Itu bila kita rupakan uang rupiah (bayar dengan harga). Sekarang kita bandingkan dengan yang terjadi dan diberlakukan di Indonesia, dan juga ijtihad yang ada, beras 1kg= Rp 10rb, sehingga yang dikeluarkan yaitu Rp 25rb. Sangat jauh bukan selisihnya?! Wallahu a'lam.

Ketiga, Soal Orang Miskin, Perorangan (mustahiq) Mengambil Zakat dari Wajib Zakat Yang Menolak Membayar Zakat

Secara umum, zakat adalah kewajiban dari orang kaya kepada orang miskin, melalui perantara penguasa (pemerintah) sbg amilnya. Artinya, pemerintah (amil) berhak mengambil paksa zakat dari wajib zakat. Hal ini berdasarkan ayat:

خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها

Artinya, "Ambillah dari sebagian harta mereka (sebagai sedekah wajib), untuk mensucikan dan membersihkan diri mereka dengan sedekah wajib itu..."

Ayat tersebut ditujukan kepada Nabi saw sebagai seorang pemimpin negara (amil) untuk mengambil zakat dari wajib zakat, mau atau tidak, harus mau.

Namun, bagaimana bila ada seorang miskin lapar mengambil (mencuri) dari orang kaya, baik disebabkan pemerintah ada tidak punya power/ tak ada regulasi yang dapat mengambil secara paksa, ataupun memang ia belum terjamah oleh pembagian zakat, atau misalnya para perampok (semacam Robinhood) yang mencuri harta orang kaya tapi pelit, lantas dibagikan kpd fakir miskin?

Dalam kasus seorang suami yang mampu dan berkecukupan, namun enggan menafkahi istri dan anak-anaknya, syariat memperbolehkan mengambil harta suami, meskipun tanpa diketahuinya, dengan catatan secukupnya, untuknya dan anak-anaknya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw:

خذي ما يكفيك وأهلك

Artinya kurang lebih, "Ambillah harta miliknya, secukupnya untukmu dan keluargamu." 

Memang, semestinya, tidak boleh dan berhak mengambil harta orang lain kecuali ada hak, seperti pemerintah. Sehingga, pengambilan tersebut bisa dikategorikan pencurian (sariqah). Sehingga, ini perbuatan yang tidak dibenarkan. Namun, karena terpaksa, daripada mati. Akan tetapi, yang terjadi pada zaman Umar bin Khattab, seorang pencuri yg dimotivasi oleh keterpaksaan, seperti kelaparan, tidak mendapat hukuman, bahkan semestinya, orang kaya tersebut di dalam persidangan, atau pemerintah dituntut untuk mencukupi si miskin, karena fakir miskin dalam tanggung jawab pemimpin (negara), dan dalam harta orang kaya, ada hak orang miskin, bukan seperti yang terjadi di Negeri ini, pencuri sandal, kayu beberapa potongan kecil, dan barang2 kecil, karena miskin, dihukum berat, sementara koruptor dan pelaku ilegal loging berat, bisa lolos karena punya modal tuk menyewa pengacara cerdik. Wallahu a'lam

Terakhir, ternyata nulis tidak harus nunggu pakai leptop, tapi pake hape touch screen dengan ujung jari telunjuk juga bisa sepanjang ini.hehe. Dan, ternyata, setiap ada ide, sebaiknya langsung ditulis, bila diPRkan, bisa gak tergarap.

Cirebon, 15-16/06/2015

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...