Wednesday, November 4, 2015

Zakat Properti dan Zakat Fitrah dengan Uang





Oleh Masyhari, Lc, M.H.I

Materi kajian hadis malam ini adalah tentang "Zakat Fitrah dengan Selain Bahan Pokok". Sengaja judul ini saya masukkan, karena terdapat perbedaan pendapat dan secara faktual sangat aktual. Bagi para mahasiswa, penting untuk diketahui pokok permasalahan, variasi pendapat, landasan argumentasi masing-masing pendapat dan bagaimana menyikapinya.

Dalam diskusi kelas malam ini, setelah pemakalah memaparkan materi diskusi, ada sejumlah soalan yang terlontar dari mahasiswa peserta diskusi. Di antara soalan tersebut, ada tiga hal yang cukup menyita perhatian. Patut kiranya untuk dikaji dan dibahas lebih mendalam. Soalan tersebut yaitu: (1) Waktu Bayar Zakat Properti, (2) Zakat Fitrah dengan Nilai dan Nishabnya, (3) Hukum Orang Miskin Mengambil (baca: Mencuri) Zakat dari Orang Kaya Yang Menolak Bayar Zakat.

Pertama, soal zakat properti

Terkait hal ini, ada ganjalan pertanyaan yang mengemuka terkait kapan dibayarkan zakatnya. Apakah ia dibayarkan setiap tahun (haul), sebagaimana pada zakat mal dari barang dagangan (urudh tijarah) yang lain, dimana bila nilai properti itu setiap tahunnya mencapai nishab zakat mal, maka ia dikeluarkan zakat 2,5%nya, sementara secara realustis dan kasuistis, properti bisa jadi lakunya tidak jelas, bahkan bisa jadi 5 tahun, 15 tahun, bahkan bisa lebih, apakah ia harus keluarkan zakatnya tiap tahun, sementara ia belum terima uang keuntungannya? Ataukah ia disamakan dengan zakat mal pertanian (zuru') sehingga ia dibayarkan ketika sudah laku terjual dan ia telah terima uang?

Terkait hal ini, dalam Fiqh az-Zakah, Al-Qaradhawi (juz 1), membahas mulai dari halaman 458 sd. 486. Intinya, ada dua pendapat. Pertama, tidak wajib zakat pada properti (mudhayyiqin/ madzhb limitasi), dan kedua, wajib zakat (muwassi'in/ madzhab unlimitasi).

Bila wajib, bagaimana teknisnya, kapan dan berapa nishabnya?

(Terkait ini, buka sendiri referensinya, kepanjangan ntar. Udah ngantuk saya... Nih, udah pukul 01.30 nih...hehehe).

Intinya, menurut Yusuf Al-Qaradhawi, bila memang properti diniatkan untuk diperdagangkan (dibisniskan), ia kena wajib zakat, berdasarkan ijmak yang dinukil oleh Ibnul Mundzir, berbeda dengan properti/ rumah yang hanya untuk tempat tinggal.  Namun, karena beberapa pertimbangan (hlm. 473-474), yang dibayarkan bukan nilai barangnya, tetapi dari keuntungan saja.

 

Lantas, kapan dibayarkan?Ada yg bilang, setiap tahun dihitung untungnya. Ada yg bilang, setelah laku dan yg dizakati adalah uangnya.

Brp persen yg dikeluarkan?

Pendapat kontemporer menyatakan bhwa yg dikeluarkan sebesar seperti zakat hasil bumi (ziraah dan tsimar), 5-10%. Sementara pendapat para ulama, ia disamakan dengan zakat mal, yaitu 2,5 %.

Lantas, nishab (ukuran minimal sehingga wajib zakat)nya berapa? Wallahu a'lam.

Kedua, terkait zakat fitrah

Secara histori, sebagaimana disebutkan dalam Muntaqal Akhbar, Nabi saw, sebagaimana riwayat Ibnu Umar ra, mewajibkan zakat fitrah dengan satu Sha' kurma (tamr) atau satu Sha' gandum (sya'ir), atas setiap orang muslim yang merdeka atau budak sahaya, laki2 atau perempuan. (Fiqh az-Zakah. Al-Qaradhawi. Juz 2. Hlm. 918).

Terkait dengan hal ini, ada dua pendapat; Pertama, harus satu sha' dari bahan makanan, dan kedua, boleh dengan setengah sha' qamh. Pendapat pertama oleh Mayoritas ulama, dan kedua dikatakan oleh Hanafiyah dan para muridnya. Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan bahwa di dalam Shahih AlBukhari dan Muslim disebutkan bahwa Muawiyyah lah yang mengukur secara nilai dan harga. Namun, Abu Said tidak menerima model ijtihad Muawiyah ini.

Ini diperkuat dengan riwayat AlHasan AlBashri yg disebutkan oleh Ibnu alQayyim, bhw Rasul saw mewajibkan sedekah (zakat) satu sha' tamr, gandum syair atau setengah sha' qumh....dst.. lantas, tatkala Sayyidina Ali bin Abi Thalib datang dan melihat murahnya harga, beliau berkata, "Allah telah melapangkan rizki pada kalian, andai kalian jadikan satu sha' untuk semuanya." (HR. Abu Dawud).

Dari sini, Al-Qaradhawi menyimpulkan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra melakukan demikian karena mempertimbangkan nilai/ harga sebagaimana dinyatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany dalam Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari. Hanya saja, Al-Qaradhawi menyatakan bahwa yang dijadikan parameter satu sha' adalah bahan pokok pada negara masing-masing. Dengan alasan, bahwa illat-nya adalah bahan makanan pokok sebagai barang yang dipakai zakat, sebagaimana yang berlaku di negeri ini, dimana satu sha' itu setara dengan 2,4 kg (dibulatkan menjadi 2,5 kg), bukan harga atau nilai dari satu sha' dari kurma tamr atau syair yg dipakai Nabi saw. Ya, melihat ukuran satu sha'nya (2,5 kg), bukan harga barangnya. Sementara, saat berpendapat tentang kebolehan bayar dengan nilai/ harga, Al-Qaradhawi menyatakan, untuk zaman ini, khususnya di daerah industri dan perdagangan modern, nilai uang lebih utama.

Padahal, bila kita cermati lagi, ternyata, kalau membandingkan harga kurma dan beras perkilo, kita akan dapati gap yang sangat jauh. Mari kita hitung. Harga kurma tamr rata-rata berapa perkilo? Taruhlah sekitar Rp 100rb. Bila yang diwajibkan adalah satu sha' = 2,5 kg, maka yang harusnya dikeluarkan adalah 250rb. Itu bila kita rupakan uang rupiah (bayar dengan harga). Sekarang kita bandingkan dengan yang terjadi dan diberlakukan di Indonesia, dan juga ijtihad yang ada, beras 1kg= Rp 10rb, sehingga yang dikeluarkan yaitu Rp 25rb. Sangat jauh bukan selisihnya?! Wallahu a'lam.

Ketiga, Soal Orang Miskin, Perorangan (mustahiq) Mengambil Zakat dari Wajib Zakat Yang Menolak Membayar Zakat

Secara umum, zakat adalah kewajiban dari orang kaya kepada orang miskin, melalui perantara penguasa (pemerintah) sbg amilnya. Artinya, pemerintah (amil) berhak mengambil paksa zakat dari wajib zakat. Hal ini berdasarkan ayat:

خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها

Artinya, "Ambillah dari sebagian harta mereka (sebagai sedekah wajib), untuk mensucikan dan membersihkan diri mereka dengan sedekah wajib itu..."

Ayat tersebut ditujukan kepada Nabi saw sebagai seorang pemimpin negara (amil) untuk mengambil zakat dari wajib zakat, mau atau tidak, harus mau.

Namun, bagaimana bila ada seorang miskin lapar mengambil (mencuri) dari orang kaya, baik disebabkan pemerintah ada tidak punya power/ tak ada regulasi yang dapat mengambil secara paksa, ataupun memang ia belum terjamah oleh pembagian zakat, atau misalnya para perampok (semacam Robinhood) yang mencuri harta orang kaya tapi pelit, lantas dibagikan kpd fakir miskin?

Dalam kasus seorang suami yang mampu dan berkecukupan, namun enggan menafkahi istri dan anak-anaknya, syariat memperbolehkan mengambil harta suami, meskipun tanpa diketahuinya, dengan catatan secukupnya, untuknya dan anak-anaknya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw:

خذي ما يكفيك وأهلك

Artinya kurang lebih, "Ambillah harta miliknya, secukupnya untukmu dan keluargamu." 

Memang, semestinya, tidak boleh dan berhak mengambil harta orang lain kecuali ada hak, seperti pemerintah. Sehingga, pengambilan tersebut bisa dikategorikan pencurian (sariqah). Sehingga, ini perbuatan yang tidak dibenarkan. Namun, karena terpaksa, daripada mati. Akan tetapi, yang terjadi pada zaman Umar bin Khattab, seorang pencuri yg dimotivasi oleh keterpaksaan, seperti kelaparan, tidak mendapat hukuman, bahkan semestinya, orang kaya tersebut di dalam persidangan, atau pemerintah dituntut untuk mencukupi si miskin, karena fakir miskin dalam tanggung jawab pemimpin (negara), dan dalam harta orang kaya, ada hak orang miskin, bukan seperti yang terjadi di Negeri ini, pencuri sandal, kayu beberapa potongan kecil, dan barang2 kecil, karena miskin, dihukum berat, sementara koruptor dan pelaku ilegal loging berat, bisa lolos karena punya modal tuk menyewa pengacara cerdik. Wallahu a'lam

Terakhir, ternyata nulis tidak harus nunggu pakai leptop, tapi pake hape touch screen dengan ujung jari telunjuk juga bisa sepanjang ini.hehe. Dan, ternyata, setiap ada ide, sebaiknya langsung ditulis, bila diPRkan, bisa gak tergarap.

Cirebon, 15-16/06/2015

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentar

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...