Monday, October 16, 2017

Istrikah Yang Terlaknat?


Kontekstualisasi Hadis tentang Istri Terlaknat
Oleh: Masyhari

Seseorang bertanya kepada penulis terkait dengan seorang istri yang kondisinya masih fit secara jasmani, namun enggan memenuhi permintaan suaminya berhubungan seks. Alasannya, si istri sedang ill-feel akibat perlakuan dan cara suami yang kasar serta seenaknya sendiri. Apa istri yang begini juga dilaknat malaikat sampai Subuh tiba?

Qultu: Begini kawan, suami lah yang semestinya kudu pengertian, tepatnya pinter ngerayu, menghibur dan atau kalau perlu melakukan rabaan, cumbuan halus kepada istrinya, ia bisikkan kata-kata lembut di telinga sang istri. Bila pria mudah takluk dengan pose tubuh seksi, bohay dan molek wanita, maka wanita akan mudah takluk dengan rayuan kata indah dan meneduhkan.

Sehingga, bukanlah istri yang dilaknat, tapi sebaliknya, laknat itu akan berbalik kepada suami yang kasar dan tak berperikeistrian.

Wah, ngawur ini! Liberal ini!

Ngawur?! Liberal?!

Begini akhi, jawabanku ini berdasarkan Alqur'an dan hadis loh. Dan bukankah kita kudu berpedoman pada keduanya?

Di dalam al Quran, Allah swt berfirman di dalam QS an Nisa ayat 19:
"وعاشروهن بالمعروف"
"Dan, pergaulilah mereka secara ma'ruf."

Kata ma'ruf kerap diterjemahkan "dengan baik", "sepatutnya", atau "sesuai dengan adat dan tradisi yang baik ('urf)". Hal ini sebagaimana  yang diungkapkan oleh Syekh Muhammad Abu Zahrah terkait tafsir ayat tersebut:

"Allah menerintahkan para suami agar bergaul dengan baik, dimana kedua hati dan jiwa bertaut. Sudah menjadi tabiat jiwa, ia suka pada kasih sayang, bukan sikap kasar. Kata "usyrah" pun terkadang diartikan dengan interaksi . Sementara kata "ma'ruf" maksudnya, seorang suami mempergauli istrinya dengan yang sepatutnya, menghindari hal-hal yang tidak disukai, baik menurut akal sehat, syariat ataupun adat-tradisi. Suami yang baik yaitu yang romantis, tidak membuat istri lari darinya. Ialah yang mau melakukan pendekatan padanya, dengan segala cara dan upaya, bukan malah menjauhinya," Jelas Syekh Abu Zahrah.
Bahkan, lanjut Syekh Abu Zahrah, "Sahabat Ibnu Abbas pernah berkata, "Sungguh, aku berhias untuk istriku, sebagaimana istriku berhias untukku."

Bahkan, bisa jadi, sang suamilah yang malah menjadi penyebab sang istri enggan untuk bersikap baik kepadanya. Maka, suatu ketika, seorang wanita mengadu kepada shabat Umar bin Al Khaththab, meminta agar dipisahlan dari suaminya.

Sahabat Umar pun mengarahkan pandangan ke suami wanita tersebut. Ternyata, sang suami memang berantakan, rambutnya panjang acak-acakan, pakaiannya compang-camping tak terawat. Beliau menduga, pemandangan inilah yang membuat sang istri melayangkan "gugatan" tersebut.

Maka, sahabat Umar pun mengirimnya ke tempat semacam salon & spa. Ia dimandikan, dan dipakaikan baju yang bagus dan menawan. Sang istri pun dihadirkan. Sejurus kemudian, setelah melihat tampilan baru lelakinya, sang istripun menarik kembali gugatan cerainya, lanjut Syekh Abu Zahrah.

Dengan demikian, seorang suami dituntut untuk begaul dan memperlakukan istrinya dengan lemah lembut, tutur kata yang baik dan penuh kasih sayang. Seorang suami harusnya mau belajar berkomunikasi dan berinteraksi yang baik dengan istri. Bahkan, terang Syekh Muhammad Abu Zahrah, menggauli istri dengan yang terbaik merupakan tanda-tanda kejantanan seorang suami.

Hal ini senada dengan firman Allah di atas, Rasulullah saw bersabda:


عن أبي هريرة رضي الله عنه، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً، وخياركم خياركم لنسائهم خلقاً". رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح.

Diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Seorang mukmin yang paling sempurna imannya yaitu yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya."  (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam at Tirmizi, dan ditempatkannya dalam derajat "hasan shahih").

Di dalam riwayat lain disebutkan:

" خيركم خيركم لأهله، وأنا خيركم لأهلي".

"Sebaik-baik kalian ialah yang paling baik sikapnya terhadap keluarganya, dan akulah yang terbaik akhlaknya terhadap keluargaku." (HR Ibnu Majah).

Dengan demikian, seorang suami dituntut agar menjadi suami yang pengertian. Dan  suami terbaik adalah suami yang paling mengerti dan penuh kasih terhadap istrinya. Karena wanita ingin dimengerti. Suami yang baik bukan suami yang kasar, yang mau menang sendiri, yang hanya bisa "mengancam dengan laknat" kepada istrinya yang enggan melayani nafsu biologisnya. Maka, laknat malaikat bisa jadi malah berbalik ke arah mereka. Na'udzubillah min dzalik. Semoga kita menjadi suami terbaik, yang penuh kasih sayang dan lemah lembut terhadap istri.

Cirebon, 16 Oktober 2017

Wednesday, October 11, 2017

Silabus Mata Kuliah Pengantar Ilmu Fikih

Silabus Mata Kuliah Pengantar Ilmu Fikih
Sekolah Tinggi Agama Islam Cirebon (STAIC)

Identitas Mata Kuliah
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Fikih
Jurusan/ Prodi: Tarbiyah/ PAI-PMI-PGMI-PBA
Semester/ Tahun: I/ 2017
Dosen Pengampu: Masyhari, Lc., M.H.I

Deskripsi Mata Kuliah

Ilmi fikih merupakan satu disiplin ilmu yang memiliki kedudukan yang sangat urgen di dalam rumpun ilmu keislaman.

Karena itu setiap mahasiswa khususnya di jurusan Tarbiyah diharapkan bisa menguasainya terkait dasar-dasar hukum Islam, masalah-masalah fikih, baik masalah klasik yang memiliki status hukum yang jelas, memiliki dasar hukum tekstual maupun filosofis dan telah  terkodifikasikan secara rapi, maupun masalah kontemporer yang tidak secara eksplisit tertuang di al Quran dan as Sunnah.

Dengan mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan memiliki pijakan dasar dan pemahaman, khususnya dalam mengkaji masalah aktual seiring dengan dinamika sosial yang terus berkembang melalui penetapan hukum Islam. Dengan demikian, mata kuliah ini menjadi bekal dasar bagi mahasiswa dalam memahami dan mempelajari Islam secara komprehensif.

Kompetensi
1. Memiliki kemampuan dalam hal memahami dan menjelaskan peran dan fungsi ilmu fikih, berikut prinsip-prinsip dasarnya dalam pemecahan kasus.
2. Memiliki kemampuan dalam menerapkan dan menguraikan cara kerja metode fikih dalam penetapan hukum Islam terhadap permasalahan yang tidak secara eksplisit tertuang dalam teks-teks syariat (al Qur'an dan as Sunnah).

Topik Inti
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Ilmu Fikih
2. Sejarah Perkembangan Ilmu Fikih
3. Objek Kajian Ilmu Fikih
4. Hubungan antara Ilmu Fikih dan Ushul Fikih,
5. Fikih dan Syariah
6. Klasifikasi Ilmu Fikih
7. Sumber-Sumber Fikih
8. Kaidah-Kaidah Fikih
9. Metode Ilmu Fikih
10. Karakteristik Fikih Islam
11. Prinsip Dasar Fikih
12. Pengertian dan Pembagian Hukum Syara'
13. Hakim, Mahkum Fih dan Mahkum 'Alaih
14. Ijtihad dan Ikhtilaf
15. Mazhab-Mazhab Fikih
16. Masalah-Masalah Fikih Kontemporer

Referensi
1. Atjep Djazuli, Pengantar Ilmu Fikih
2. Imam Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar Fi Halli Ghayatil Ikhtishar
3. Wahbah Az Zuhaily, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu
4. As Shan'ani, Subulussalam Syarah Bulughul Maram
5. Khuzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab Fikih
6. Musthafa Said Al Khinn, et. al, Al Fiqh Al Manhaji ala Mazhab Al Imam asy Syafi'i
7. Yusuf Al Qaradhawy, Madkhal li Dirasah Asy Syari'ah Al Islamiyyah
8. Manna' Khalil Al Qaththan, Tarikh at Tasyri' Al Islami
9. Referensi lain yang relevan dengan bidang pembahasan.

Dosen Pengampu,

Ttd.

Masyhari, Lc.,M.H.I

Tuesday, October 3, 2017

Membaca dan Menulis

Oleh: Masyhari

Mungkin, membaca itu aktifitas yang mudah dilakukan. Alasannya simpel. Pertama, karena membaca layaknya makan, kegiatan konsumsi atas masakan orang (baca: penulis). Tinggal makan. Kalau enak yang dirasa, dinikmati dan dilanjutkan, kalau perlu nambah. Kalau tak enak, tinggal muntahin. Cari alternatif lain.

Ya, yang namanya makanan, tergantung selera. Ada yang suka makanan bergizi, buah sayur, madu alami, sekedar minum air putih atau susu murni. Karena lidahnya masih sayang sama perutnya dan dirinya sendiri. Tak hanya enak rasa yang diutamakan, tapi gizi yang seimbang bagi kesehatan.

Ada yang suka makan yang enak di lidah saja. Yang penting enak, makan. Puas, dan senang. Kotoran urusan(nya) (ke) belakang. Kesehatan urusan belakangan. Fast food, junk food, soft drink dan makan yang instan pun jadi pilihan. Enak sih. Lagi pula, halal kok.

Ya. Halal memang harus. Tapi, itu saja tak cukup. Tapi harus yang bergizi dan baik buatmu. Yang baik buat orang lain, bukan berarti otomatis baik buatmu. Semua ada kadar dan takarannya. Beda-beda tergantung situasi, kondisi, waktu, tempat dan siapanya. Alqur'an menyebutnya dengan thayyib. Ya, halalan thayyiban.

Bahkan, lebih parah dari itu, bisa jadi, ada yang tak peduli lagi tentang status makanan yang ada di hadapannya. Tak peduli, enak atau tidak. Tak peduli halal atau tidak. Tak peduli baik atau tidak. Yang terpenting, saya makan. Apalagi gratisan. Mumpung ada. Toh, tinggal makan.

Kedua, membaca itu objek, sebagai maf'ul bih. Dan pelakunya adalah penulisnya. Penerima, yang memperoleh informasi melalui indra yang dipakai oleh pembaca. Bisa dengan mata, kalau itu text book, atau dengan telinga, bila itu audio book. Paling tidak, sedikit banyak, pembaca akan terpengaruhi oleh buku bacaannya. "Kamu adalah apa yang kamu baca."

Karena itu, untuk mendapatkan pengaruh yang baik, bacalah tulisan dan buku yang baik dan bergizi bagi hati dan pikiranmu. Hindari tulisan yang kurang baik, apalagi bila itu hoax, berita bohong yang penuh tipu daya, yang ditujukan hanya untuk raup keuntungan rupiah atau dollar Amerika. Kuncinya, jangan mudah tergoda oleh kata "SEBARKAN! Agar surga didapat oleh tuan dan puan."

Di sinilah pentingnya verifikasi, klarifikasi, validasi dan bahkan kalau perlu purifikasi data dari serpihan-serpihan sampah yang menodainya. Meskipun itu cukup sulit dilakukan, kecuali atas rahmat dan kasih sayang Tuhan. Niatkan kebaikan, mohon pertolongan-Nya agar terhindar dari buruknya fitnah dan kejamnya hoax, dimana dampak buruknya hingga tujuh turunan. Pakai nalar akal sehat, dan pikiran  yang jernih. Hindari kebencian angkara murka, dan hasutan.

Di sini, mungkin terasa bahwa membaca itu tidak cukup mudah. Butuh guru ataupun sekedar kawan diskusi, untuk pencerahan. Agar tidak disesatkan oleh setan, yang bergentayangan, ke mana saja dan menyerang siapa saja yang tak punya kawan, selain keegoisan dan merasa sebagai pengkapling kebenaran, satu satunya tiada lian.
.
Pada titik ini, membaca bisa jadi sebuah hal yang membosankan. Banyak yang malas melakukan. Termasuk yang menuliskan. Semoga kemalasan terhindarkan, dan rasa tersadarkan. Alasan demi alasan dikemukakan, hanya untuk tutupi keburukan.

Betapapun kondisinya, membaca tetap harus dilakukan. Sebab itu aktifitas yang amat sangat bermanfaat bagi kesehatan pikiran,  kecerahan nalar dan ketajaman pisau analisa.

Bacalah. Bacalah dengan pertolongan Tuhanmu yang Maha mulia. Dialah yang mengajarkan dengan pena. Dia ajarkan apa yang sebelumnya tidak engkau ketahui. Membaca firman Tuhan. Begitu indah menawan. Membaca itu jendela alam, dan kunci ilmu pengetahuan, begitah dikatakan.

Kualitas membaca berbanding lurus dengan kualitas tulisan. Dan sebaliknya. Antara keduanya tak dapat dipisahkan. Yang mau tulisannya bagus, banyaklah membaca. Karena di dalam buku-buka terdapat mutiara berkilauan. Dari sana bisa disarikan dan dibentuk perhiasan sesuai selera dan yang diidamkan.

Namun, membaca saja tak cukup. Karena bacaan tak akan ada wujudnya, tanpa ada proses menuliskan. Maka, pada titik ini, menulis adalah hal yang tak dapat dihindarkan. Menulis adalah media, salah satu wasilah untuk mencapai sebuah keabadian. Di saat usia manusia terbatas oleh takdir Tuhan. Dan tulisan manusia yang dihasilkan adalah usia tambahan yang diciptakannya sendiri, seirama dengan qada' Tuhan yang dibisikkan saat azalinya zaman.

So, menulis memang tak mungkin dihindarkan, harus dilakukan. Mau atau tidak mau. Bisa atau tidak bisa.

Tapi, aku tidak bisa!

Begini, kawan. Menulis itu (sambil berlagak bak penulis kawakan..hahaha) mudah dilakukan. Sulitnya hanya saat memulainya, sesulit ketika mengakhirinya. Bila kamu sudah mulai menulis, kamu akan merasakan sensasinya, merasakan kenikmatannya, dan kesejukannya. Sehingga, tak ada satupun alasan untuk mengakhirinya, kecuali bila memang sudah saatnya.

Menulis itu mudah, bila dianggap sebagai curhatan. Tumpahkan isi hati dan pikiran. Bila kamu suka curhat, namun daripada berbusa-busa obrol omongan, tumpahkan dalam tulisan. Toh, tak ada bedanya. Bila kamu bisa bicara, kamu tentu saja bisa menulis.

Tapi, tulisanku jelek dan tidak teratur!

Teruslah menulis. Karena menulis itu proses. Dalam hidup, segalanya adalah proses. Wainnamal ilmu bit ta'allum. Ilmu digapai dengan belajar. Bisa menulis, karena membiasakan menulis. Tak ada yang terlahir sebagai penulis. Tapi penulis bisa dilahirkan dengan latihan dan latihan. Kamu bisa menulis dengan tiga kunci: satu, menulis. Dua, menulis, dan tiga, menulis. Sepintar apapun kamu, sebanyak apapun buku panduan pintar menulis yang kamu baca dan sebanyak apapun pelatihan menulis yang kamu ikuti, kalau tak menulis, kamu tak akan pernah menjadi penulis. Menulis itu bukan teori. Tapi aksi. Percayalah!

Cirebon, 25 September 2017_23:40

Salam

Monday, October 2, 2017

Tantangan Mengajar Bahasa Arab Untuk Tuna Netra

Mengajarkan bahasa Arab kepada penyandang tuna netra di kelas dengan penghuni lainnya yang bisa melihat adalah satu tantangan dan ujian. Mungkin berbeda ceritanya bila kelas itu murni kelas tuna netra, lebih mudah lah. Sebab, satu nodel metode pengajaran langsung bisa mencakup semua.

Saat memberi hak pada penyandang tuna netra, dikhawatirkan mahasiswa lainnya merasa cemburu, dan haknya merasa tidak ditunaikan. Ini salah satu tantangannya.

Tatangan berikutnya, saat materi istima' (listening) dan kalam (speaking), mungkin masih bisa di atasi. Buku biasa tidak begitu diperlukan. Para mahasiswa yg bisa melihat, tidak boleh melihat teks, terlebih dahulu. Karena sumber bahasa bunyi adalah suara yang diperoleh melalui indra pendengaran, maka yang diperlukan hanya telinga yang siap menyimak dan konsentrasi.

Setelah menyimak, yang kedua adalah membunyikan huruf, kata dan kalimat yang didengar. Inilah yang disebut kalam (speaking). Bagi yang bisa melihat, bisa saja dengan bantuan tulisan dari buku atau papan tulis.

Saat di ruangan kelas campuran begini, tantangannya lebih besar. Tulisan di papan tulis tidak terlalu berguna bagi penyandang tuna netra. Bagi penyandang tuna netra, semestinya bisa menggunakan buku bertulisan huruf braille. Hanya, fasilitas belum ada.

Namun, soal pembelajaran bahasa, saya banyak belajar dari anak-anak. Saat bayi atau balita, anak bisa memahami bahasa orang tua dan bisa berbicara, meskipun mereka belum bisa baca-tulis. Karena itu, baca tulis itu nomor 3 dan 4, bukan yang utama.

Nah, saat pembelajaran maharat (keahlian) baca dan tulis, tantangan kelas tentu lebih besar. Khususnya, saat di kampus belum ada fasilitas buku braille.

Untunglah, dan alhamdulillah, kini ada smartphone, sudah ada aplikasi audio baca tulisan dan juga keypad ber-audio. Saat mahasiswa lainnya menulis tugas di buku, mahasiswa penyandang tuna netra saya bisa memintanya menuliskannya pakai hape atau leptop, dan dikirimkan via WA atau email. Sayanganya, sampai hari ini, saya tanya ke mahasiswa saya, dia belum mendapati aplikasi keypad Arab yang beraudio, sebagaimana keypad tulisan bahasa Indonesia. Semoga segera diketemukan.

Selain tantangan, ini bisa jadi sebuah anugerah. Dengan ini, saya bisa banyak belajar. Saat ada ujian, berarti ada ilmu dan pengalaman yang akan didapat. Semoga.

Salam
Masyhari

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...