Oleh: Masyhari
Mungkin, membaca itu aktifitas yang mudah dilakukan. Alasannya simpel. Pertama, karena membaca layaknya makan, kegiatan konsumsi atas masakan orang (baca: penulis). Tinggal makan. Kalau enak yang dirasa, dinikmati dan dilanjutkan, kalau perlu nambah. Kalau tak enak, tinggal muntahin. Cari alternatif lain.
Ya, yang namanya makanan, tergantung selera. Ada yang suka makanan bergizi, buah sayur, madu alami, sekedar minum air putih atau susu murni. Karena lidahnya masih sayang sama perutnya dan dirinya sendiri. Tak hanya enak rasa yang diutamakan, tapi gizi yang seimbang bagi kesehatan.
Ada yang suka makan yang enak di lidah saja. Yang penting enak, makan. Puas, dan senang. Kotoran urusan(nya) (ke) belakang. Kesehatan urusan belakangan. Fast food, junk food, soft drink dan makan yang instan pun jadi pilihan. Enak sih. Lagi pula, halal kok.
Ya. Halal memang harus. Tapi, itu saja tak cukup. Tapi harus yang bergizi dan baik buatmu. Yang baik buat orang lain, bukan berarti otomatis baik buatmu. Semua ada kadar dan takarannya. Beda-beda tergantung situasi, kondisi, waktu, tempat dan siapanya. Alqur'an menyebutnya dengan thayyib. Ya, halalan thayyiban.
Bahkan, lebih parah dari itu, bisa jadi, ada yang tak peduli lagi tentang status makanan yang ada di hadapannya. Tak peduli, enak atau tidak. Tak peduli halal atau tidak. Tak peduli baik atau tidak. Yang terpenting, saya makan. Apalagi gratisan. Mumpung ada. Toh, tinggal makan.
Kedua, membaca itu objek, sebagai maf'ul bih. Dan pelakunya adalah penulisnya. Penerima, yang memperoleh informasi melalui indra yang dipakai oleh pembaca. Bisa dengan mata, kalau itu text book, atau dengan telinga, bila itu audio book. Paling tidak, sedikit banyak, pembaca akan terpengaruhi oleh buku bacaannya. "Kamu adalah apa yang kamu baca."
Karena itu, untuk mendapatkan pengaruh yang baik, bacalah tulisan dan buku yang baik dan bergizi bagi hati dan pikiranmu. Hindari tulisan yang kurang baik, apalagi bila itu hoax, berita bohong yang penuh tipu daya, yang ditujukan hanya untuk raup keuntungan rupiah atau dollar Amerika. Kuncinya, jangan mudah tergoda oleh kata "SEBARKAN! Agar surga didapat oleh tuan dan puan."
Di sinilah pentingnya verifikasi, klarifikasi, validasi dan bahkan kalau perlu purifikasi data dari serpihan-serpihan sampah yang menodainya. Meskipun itu cukup sulit dilakukan, kecuali atas rahmat dan kasih sayang Tuhan. Niatkan kebaikan, mohon pertolongan-Nya agar terhindar dari buruknya fitnah dan kejamnya hoax, dimana dampak buruknya hingga tujuh turunan. Pakai nalar akal sehat, dan pikiran yang jernih. Hindari kebencian angkara murka, dan hasutan.
Di sini, mungkin terasa bahwa membaca itu tidak cukup mudah. Butuh guru ataupun sekedar kawan diskusi, untuk pencerahan. Agar tidak disesatkan oleh setan, yang bergentayangan, ke mana saja dan menyerang siapa saja yang tak punya kawan, selain keegoisan dan merasa sebagai pengkapling kebenaran, satu satunya tiada lian.
.
Pada titik ini, membaca bisa jadi sebuah hal yang membosankan. Banyak yang malas melakukan. Termasuk yang menuliskan. Semoga kemalasan terhindarkan, dan rasa tersadarkan. Alasan demi alasan dikemukakan, hanya untuk tutupi keburukan.
Betapapun kondisinya, membaca tetap harus dilakukan. Sebab itu aktifitas yang amat sangat bermanfaat bagi kesehatan pikiran, kecerahan nalar dan ketajaman pisau analisa.
Bacalah. Bacalah dengan pertolongan Tuhanmu yang Maha mulia. Dialah yang mengajarkan dengan pena. Dia ajarkan apa yang sebelumnya tidak engkau ketahui. Membaca firman Tuhan. Begitu indah menawan. Membaca itu jendela alam, dan kunci ilmu pengetahuan, begitah dikatakan.
Kualitas membaca berbanding lurus dengan kualitas tulisan. Dan sebaliknya. Antara keduanya tak dapat dipisahkan. Yang mau tulisannya bagus, banyaklah membaca. Karena di dalam buku-buka terdapat mutiara berkilauan. Dari sana bisa disarikan dan dibentuk perhiasan sesuai selera dan yang diidamkan.
Namun, membaca saja tak cukup. Karena bacaan tak akan ada wujudnya, tanpa ada proses menuliskan. Maka, pada titik ini, menulis adalah hal yang tak dapat dihindarkan. Menulis adalah media, salah satu wasilah untuk mencapai sebuah keabadian. Di saat usia manusia terbatas oleh takdir Tuhan. Dan tulisan manusia yang dihasilkan adalah usia tambahan yang diciptakannya sendiri, seirama dengan qada' Tuhan yang dibisikkan saat azalinya zaman.
So, menulis memang tak mungkin dihindarkan, harus dilakukan. Mau atau tidak mau. Bisa atau tidak bisa.
Tapi, aku tidak bisa!
Begini, kawan. Menulis itu (sambil berlagak bak penulis kawakan..hahaha) mudah dilakukan. Sulitnya hanya saat memulainya, sesulit ketika mengakhirinya. Bila kamu sudah mulai menulis, kamu akan merasakan sensasinya, merasakan kenikmatannya, dan kesejukannya. Sehingga, tak ada satupun alasan untuk mengakhirinya, kecuali bila memang sudah saatnya.
Menulis itu mudah, bila dianggap sebagai curhatan. Tumpahkan isi hati dan pikiran. Bila kamu suka curhat, namun daripada berbusa-busa obrol omongan, tumpahkan dalam tulisan. Toh, tak ada bedanya. Bila kamu bisa bicara, kamu tentu saja bisa menulis.
Tapi, tulisanku jelek dan tidak teratur!
Teruslah menulis. Karena menulis itu proses. Dalam hidup, segalanya adalah proses. Wainnamal ilmu bit ta'allum. Ilmu digapai dengan belajar. Bisa menulis, karena membiasakan menulis. Tak ada yang terlahir sebagai penulis. Tapi penulis bisa dilahirkan dengan latihan dan latihan. Kamu bisa menulis dengan tiga kunci: satu, menulis. Dua, menulis, dan tiga, menulis. Sepintar apapun kamu, sebanyak apapun buku panduan pintar menulis yang kamu baca dan sebanyak apapun pelatihan menulis yang kamu ikuti, kalau tak menulis, kamu tak akan pernah menjadi penulis. Menulis itu bukan teori. Tapi aksi. Percayalah!
Cirebon, 25 September 2017_23:40
Salam
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar