“Cirebon
semakin semrawut.”
terang supir angkot yang mengantarku ke stasiun Parujakan
tengah malam minggu itu.
"Tiap malam minggu, geng motor
berkeliaran bawa senjata.” lanjut sopir GP (Kedaung-Parujakan) yang
belum saya tanya identitasnya.
"Ada yang bawa samurai, pistol, dsb."
terangnya.
Angkot yang saya
tumpangi terhenti oleh palang rel kereta api. Tampak sedang menunggu ada kereta
yang mau lewat.
“ngreng.. ngreng..ngreng.”
bising suara motor-motor modiv itu begitu keras...
“ngreng..
ngreng..ngreng.” tangan salah seorang pemotor memblayer motornya yang
tepat di samping mobil angkot yang kutumpangi..
Sempat aku takjub
dengan suara motor itu, pun jg gaya modivnya, lebih ngebas dan lebih keras
daripada motor harley..
Tampak pengemudianya
berjaket kulit, bersepatu boot tinggi, lengkap dengan helm hitam jadulnya.
Tak lama, palang sudah
terbuka. Mobil biru telor asin itu melaju pelan melewati polsek tuparev... Tampak
banyak polisi berjajaran di jalan raya. Lebih dari 20an orang. Tampaknya sedang
ada operasi kendaraan bermotor di tengah malam itu.
“Alhamdulillah,
untung tadi gak jadi pakai motor.” Syukurku dalam hati, mengingat motorku
berplat nomor B. Apalagi aku blm pegang SIM C...heheheh e
Malam itu tampak tidak
terlalu sepi. Maklum, meskipun udah larut malam, malam minggu.
Beberapa tempat
nongkrong di sekitar Tuparev cukup ramai dengan penikmat hidangan malam.
Angkot melaju pelan
saja, lurus saja ke arah Masjid At Taqwa Islamic Center.
Malam
itu, jam digital di hpku menunjukkan pukul 22.30...
Di depan sana lampu
merah perempatan Siliwangi yang tepat di depan kantor Wali Kota Cirebon.
Tiba-tiba,
"Turun-turun... ayo cepat turun"... Salah seorang anggota geng motor yang
didominasi oleh pemuda usia antara 17-30an itu dipaksa turun oleh beberapa
orang berjaket hitam.
Sambil menodongkan
pistol yang baru saja diambilnya dari gesper celananya.
“turun-turun”..
kata itu dicapkannya berulang-ulang, membentak, mengancam pemotor bising itu
sambil menarik bajunya paksa..
“Kayaknya mereka
dari geng moge.” Ujar sopir angkot itu, yang kudengar cukup jelas.
Kebetulan saat itu aku duduk di depan, di samping Mr. Supir.
Ngeri melihatnya,
sekaligus agak takut, melihat posisinya tepat di depan samping angkot yang
kutumpangi. Khawatir terjadi sesuatu yang tidak diharapkan terjadi...
“Tampaknya tadi
motor-motor mereka tidak semua berplat E. Mereka bukan hanya anak sini ya kang?”
“Anak-anak itu
semuanya anak sini. Cuma, motor yang mereka pakai tidak hanya dari sini. ada
yang berplat Z, B, dsb. Bahkan banyak motor bodong yang mereka pakai.” Terangnya.
“Biasanya mereka 20an pemotor.”
“Itu tiap malam kang?” tanyaku.
“Tidak. Cuma malam
minggu.” Jawabnya.
“Padahal tadi di depan
posek Tuparev ada ramai-ramai operasi ketertiban kang. Masak dibiarin?!” tanyaku penasaran.
“Peserta geng motor
itu biasanya tidak kena tangkep. Itu hanya operasi lalu lintas formalitas rutin
biasa, yang menjaring para pengendara kendaraan bermotor yang lewat. Mereka kan
biasanya mengantongi surat izin.”
“Haa..........,,mah?!!”
ucapku heran dalam hati.
Benarkah begitu?
Entahlah?
Cirebon, 19/ 05/ 2013