Monday, April 20, 2015

Waspada Preman Pulo Gadung

Hari itu (16/04/2015), saya ke Jakarta karena ada satu keperluan. Karena tidak direncanakan jauh-jauh hari, saya tidak naik kereta, tapi memilih naik bus. Lagi pula, lokasi tempat tinggal saya di Cirebon agak jauh dengan Stasiun KAI, lebih jauh daripada lokasi mangkalnya bus. Saya lebih memilih turun di terminal Pulo Gadung, bukan di Kampung Rambutan, karena tujuan keperluan saya di dekat terminal Kampung Melayu. Dari Pulo Gadung ke Kamp. Melayu bisa ditempuh dengan naik satu angkot saja, mikrlet 02 atau 27 berwarna biru telur bebek. 

Selesai urusan, saya langsung balik ke Cirebon melalui terminal Pulo Gadung lagi. Rencananya, saya mau naik bus AC, Sa**bat, berbekal pengalaman beberapa waktu yang lalu, dimana saya pernah naik bus AC ini dari Cirebon dengan tarif yang sama dengan bus yang non-AC. Sesampai di Pulo Gadung, saya ditanya oleh seorang Calo, hendak kemana. Saya jawab mau ke Cirebon, dengan bus AC. Mendengar ucapan saya, seorang pemuda berusia sekitar 25an langsung bilang, "Ikut saya."
Olehnya, saya diminta ikut. Saya pun mengikutinya berjalan agak jauh. Ternyata, dia membawa saya ke loket. Di sana berjajar banyak loket. Saya diarahkan ke sebuah lokat. Katanya itu loket bus Sa**bat. Penjaga loket tersebut cewek muda. Tak lama, setelah saya bertransaksi, tawar-menawar tiket, tiba-tiba nongol seorang pria sangar berbadan besar. Wah preman ini, pikir saya. Dia mengancamku karena gak jadi beli tiket. Masak, ke Cirebon dikasih harga Rp 150rb. 
Meskipun diancam, saya tetep gak mau. Lantas dia bilang, "Ayo cepat bayar. Kasih saja 150."
Tapi, saya masih tidak mau. 
"Udah, kalau gitu, 115 saja!" Ucapnya.

Aku tetep keukeuh, gak mau.
Dia pun bilang, "Kamu ini pinter tapi gak ngerti. Pantas negeri ini hancur berantakan, gara2 orang2 kayak kau ini." Preman ini pandai bersilat lidah juga. Tapi ngibul. Penjahat tidak ngrasa bersalah, ternyata. Malah, dia nyalahin.

Si cewek penjaga loket bilang, kalo bus AC emang segitu. Aku bilang gak jadi beli. Si preman nyolot, "ganti rugi tiket yg udah dinamain."
"Tuh, liat, tiket belum dikasih nama." balasku.
Aku tetep gak mau. Aku bilang, aku ganti rugi saja buat yg anter.
Kata preman gedenya, "Kamu aku ganti rugi 50rb mau?!" Ancam dia. Maksudnya mau gebukin, kayaknya. Orang2 yg lihat pada diam, kagak berani jg. Alhamdulillah, setelah berkelit, dia akhirnya bilang,
"Udah, kalo gitu, kasih 20rb buat yang anter tadi."
Sementara, si calo kecil yang anter tadi msh nunggu agak jauh. Aku kasih dia 10rb.
Langsung aku ngacir cari Setia Negara/ Loragung. Alhamdulillah, ketemu.
Eh, pas di dlm bis, ada dua penumpang, bapak2 dan anaknya. Katanya dia juga kena palak di loket. Krn gak mau beli dan ngomong keras, dia ditodong pisau. Akhirnya, ada calo 'baikan' yg tarik mereka. Mereka ketemu sama supir baikan, cm kena 40rbuan.
Eh, ada yg datang lagi. Satu penumpang cewek usia 20an kena 150rb. Gak bisa nolak. Padahal, katanya itu duit terakhirnya. Dia telp kluarganya di rumah sambil nangis...
Sopir bilang, kalo Preman Calo di Pulo Gadung masih hidup. Polisi diam, karena mereka dikasih upeti sama preman loket.
Para preman blm bisa ditumpas, krn alasannya, penumpang yg kena jebakan loket maut itu dikasih tiket bus AC ke Jateng.
Kalau mau aman, langsung ke bus Loragung/Setia Negara. Calo gak berani, kalu sudah masuk bus. Masuk loket, masuk jebakan maut. Begitu kira2 pesan supir baik hati.
Maklum, baru pertama singgah diterminal "maut" ini. Dulu paling ke Lbk Bulus.
Memang, dulu pas awal-awal di Jkt sekitar th 2004an kawan senior Widionos Sukri sang pujangga yang pernah mangkal di pulo gadung sering cerita ttg kebengisan preman Pulogadung. Kupikir sudah hilang. Ternyata cuma di'tertib'kan....hehe

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentar

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...