Selepas salat Asar, datang seorang tamu, sebut saja Tio ke rumah, curhat. Tampaknya, ada sesuatu besar di dalam kepalanya.
"Bapak, ada waktu?" tanyanya.
"Iya, pak. Ada apa?"
"Ada yang mau saya konsultasikan." katanya.
"Ya. Mangga pak. Dengan senang hati."
Tio pun bercerita panjang lebar.
"Begini, Pak. Saya dicurhati oleh seorang ibu rumah tangga, kenalan saya, sebut saja Ibu Seroja. Dia minta dicarikan solusi atas problem yang dihadapinya." Ujar Tio membuka ceritanya.
"Sewaktu SMA, Seroja ini suka dengan kawan sekelasnya, sebut saja Boy. Dia pun menjalin hubungan dengan Boy. Mereka pun berpacaran. Ketika itu dia berjanji untuk tidak khianati "cinta"nya.
Tapi, beberapa waktu berjalan, si Boy ternyata menjalin hubungan "cinta" dengan kawan wanitanya yang lain, sebut saja Melati. Mereka pun berpacaran, khianati Seroja. Seroja tahu, dia marah kepada Boy, karena telah dikhianati. Dia minta putus.
Tapi tak lama, hubungan antara Boy dengan Melati juga putus. Pada akhirnya, dia kembali datang ke Seroja, meminta maaf atas "pengkhianatannya", berjanji tak ulangi lagi. Dia pun jalin kembali hubungannya dengan Seroja yang telah terputus.
Jalinan "kasih" tersebut berjalan, hingga keduanya, Seroja dan Boy menikah, dan kini mereka telah dikaruniai dua anak. Beberapa tahun berjalan, ternyata biduk rumah tangga mereka diterpa badai samudera yang dahsyat. Ternyata Boy ketahuan punya WIL, wanita idaman lain. Tak tanggung-tanggung, Boy menikah lagi tanpa persetujuan istrinya dengan wanita yang merupakan teman kantor tempatnya bekerja, sebut saja Kenanga. Boy berpoligami, berdalih bahwa poligami adalah hak suami, boleh-boleh saja, tanpa harus ada izin atau persetujuan istri, bahkan poligami itu sunnah Rasul, katanya.
Dari hasil pernikahannya dengan Kenanga, Boy punya anak. Si anak yang boleh Anda sebut Jeremi ini sudah berusia sekitar empat bulan. Ia dan ibunya, Kenanga tinggal di rumah kontrakan yang dibayari oleh Boy. Sementara Seroja, istri pertama tinggal di RMI, "rumah mertua Indah", bersama ibu suaminya.
Seroja sakit hati, sejak ia "diracun" (baca: dipoligami) oleh suaminya. Ia merasa telah dikhianati Boy, untuk yang kedua kalinya. "Janji" sewaktu pacaran diingkari, pun janji setia di pernikahan. Seroja minta diceraikan, namun Boy tidak mengabulkan.
Seroja meradang, dan semakin geram saat Boy, suaminya berencana memasukkan nama Jeremi, anaknya dari Kenanga ke dalam KK, kartu keluarga Boy-Seroja. Seroja makin tidak tahan. Pöligami baginya bukan dimadu, tapi diracun.
Seroja pernah mengadu kepada ibu mertuanya, agar mau menasehati Boy. Tapi ternyata Si Ibu mertua tidak berada di pihak anaknya, Boy. Akhirnya, curhat pun ke Tio, temannya, juga teman si Boy.
Tio berusaha menasehati Boy, kawannya, namun Boy enggan menerima. "Kamu jangan mencampuri urusan rumah tangga saya!" ancam Boy.
Mendengar itu, ia tak bisa berbuat apa. Ia pun datang menemui si Ibu Boy, berharap ada solusi darinya.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Ternyata Ibu Boy 11-12 dengan anaknya. Ia malah membela anaknya. Toh, poligami itu boleh saja. "Tio tak perlu ikut campur urusan rumah tangga kami!"
Diketahui belakangan riwayat Ibu Boy. Ternyata si Ibu ini merupakan pelaku poligami juga. Setelah suaminya meninggal, ia yang sudah beranak tiga, diperistri oleh orang yang sudah beristri, jadi istri kedua.
Karena usaha Tio tidak berhasil, Seroja ingin melaporkan suaminya ke pihak kepolisian. Namun, oleh Tio Seroja diminta sabar dulu, semoga ada solusi lainnya. Karena itulah, Tio datang ke kantor saya, berharap ada solusi.
Menutup ceritanya, Tio berkata, "Pernah, di suatu majelis, seorang ustadz bilang:
"Rumah tangga itu bervariasi. Semua ada contoh "salaf"nya. 1. Ada suami shalih, istri tidak shalih.
2. Ada istri shalih, suami tidak shalih.
3. Ada yang tidak shalih keduanya.
4. Ada yang shalih keduanya."
"Model pertama adalah Nabi Nuh dan Luth. Model kedua adalah istri Fir'aun. Model ketiga adalah Abu Lahab dan istrinya. Model keempat adalah Nabi Ibrahim." terang si ustadz.
"Ibu² pengen model yang ke berapa?" tanya si ustadz.
"Yang keempat!" jawab para ibu seremoak.
"tapi, ibu² tahu kalau Nabi Ibrahim itu berpoligami?!"
Majelis pun terdiam. Tak satu pun ibu yang berkata. Mungkin agak nyesal atas jawaban mereka. [harie]
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar