Apaan tuh???
Buat warga Jakarta, atau
pengamat transportasi tentu tak asing dengan istilah yang satu ini, yang tiada
lain pemberlakuan mobil apabila melintas di highway tertentu harus berpenumpang
minimal 3 orang. Peraturan itu hanya untuk kawasan tertentu dan di jam-jam
tertentu, misalnya di Gatsu, Medan Merdeka, MH Tamrin, Sudirman, Kuningan, dsb.
3 in 1, kebijakan yang tak
bijak?!
1001 jurus telah dipakai, dan mungkin 1001 pakar telah dikerahkan
tuk memeras otak mengatasi kemacetan ibu kota. Namun, tampaknya hasilnya masih
nihil, yang cerdas baru dalam tatanan ide, belum pada realitas kongkrit. Yang
pengamat yang cerdas. Mungkin, kalau para pengamat itu jadi pelaku akan sama
saja hasilnya.hahaha
Lihat saja, telah digunakan “jurus” pembuatan banyak jalan laying
(fly over) non tol. Yang terbaru dan masih dalam proses penyelesaian seperti;
fatmawaty/ cilandak – antasari dan Casablangka – Tamrin di Kawasan ambassador
Kuningan. Ada pula monorel yang tak ada ujungnya, namun tiang-tiang pondasi
yang masih gagah berdiri di sepanjang jalan Rasuna Said Kuningan menyisakan
kisah tersendiri. Sayang sekali, duit yang dibuang sia-sia.
MRT, entah makhluk apa lagi ini?! Dalam situsnya, disebutkan bahwa
proyek ini telah by design puluhan tahun lalu, dikaji dan dalam diskusi
panjang. Dan katanya, tahun depan akan segera dikerjakan.
Terkait masalah lainnya, banjir, di sana ada proyek banjir kanal
Timur dan Kanal Barat. Jurus spemindahan air agar membanjiri kanal-kanal ini,
sehingga tidak menggenangi kawasan rumah tinggal penduduk. Proyek ini, untuk
sementara, bisa kita acungi jempol, karena
cukup sukses. Selama beberapa tahun ini, musibah banjir besar belum
melanda Jakarta. Dan memang bagus, nan cukup eksotis. Di kanan kirinya
dijadikan taman dan diberi jalan kecil untuk lintasan sepeda atau pejalan kaki.
Dan mungkin nantinya bias dijadikan wisata air layaknya di venecia.. hahaha…
Namun, pada kenytaannya, air yang teralir di musim kemarau sangat sedikit dan
hitam pekat bercampur sampah. Bisa dipastikan karena ini bukanlah sungai
layaknya di puncak atau di hutan-hutan pedesaan yang bening deras mengalir
penuh kesejukan. Karena kanal ini layaknya sungai-sungai di jakarta lainnya
yang jauh lebih tepat jika disebut selokan alias got besar. Karena hanya
berfungsi sebagai tadah penampungan air, baik air hujan ataupun pembuangan air
kotoran warga jakarta. Bahkan, tak jarang menjadi sasaran pembuangan sampah
warga yang nakal.
Kembali ke 3 in 1??!!
Tentunya, sebelum aturan kebijakan ini diberlakukan, sang pembuat
kebijakan sudah melakukan proses diskusi dan pembahasan yang panjang, dan
seharusnya disertai dengan uji lapangan yang matang. Dan, seharusnya ada proses
monitoring dan evaluasi yang berjangka dan berkelanjutan, hal ini dilakukan
untuk mengawal efektivitasnya.
Menurut hemat saya dengan pegamatan yang terbatas, pemberlakukan
jalur-jalur 3 in 1 ini tidak cukup efektif. Karena dampak positif yang
diharapkan (yaitu untuk mengatasi kemacetan, atau paling tidak mengurangi)
tidak terwujud. (apa mungkin belum?!
Kita tunggu saja). Kalaupun ada, sangatlah minim dan tidak segnifikan.
Mungkin, keberadaan para joki yang muncul akibat kebijakan ini.
Atau para joki ini malah yang menjadi biang keladinya?
Kemunculan para joker ini (semoga saja tidak dilegalkan dengan
regulasi.hehehe) menjadikan kebijakan 3 in 1 tiada lagi berguna. Kalaupun
ilegal, sudahkah ada penindakan dari aparat kepolisian untuk mengefektifkan
kebijakan ini.
Namun, andaipun ada regulasinya, tampaknya belum ada tindakan
tegas dari aparat polantas. Terbukti, masih bertebarannya para joker di
beberapa ruas jalan protokol yang diberlakukan aturan itu, diantaranya yaitu di
kebayoran baru Blok M di samping kampus Al-Azhar Pusat. Lalu di jalan antara
lampu merah pasar Mampang Prapatan dan lampu merah sebelum gatsu. Berikutnya di
arah cawang-gatsu. Dan tentu bisa ditemukan di jalur-jalur lainnya, di jam-jam
pemberlakuan 3 in 1. Dan, alhasil
kemacetan masih merajalela menghiasi jalanan ibu kota. Siapa pun yang bawa
mobil dari rumah sendirian, dia bisa memanfaatkan para joker yang sudah siap
menanti para pelanggan. Dan, entahlah, pada kenyataannya mobil dengan satu
penumpang masih bisa melenggang asyik di jalan-jalan yang “terlarang” itu.
Lalu, apa solusi yang efektif dan solutif untuk mengatasi
kemacetan?!
Pindah Ibu Kota mungkin? Sungguh kebijakan yang menguras banyak
energi dan materi. Namun, kemungkinan besar hanya berhasil untuk sementara
waktu saja.
Menurut hemat penulis, ada beberapa kebijakan yang cukup atau
bahkan sangat efektif, diantaranya adalah pembatasan jumlah kendaraan harus
segera dilakukan, satu KK satu kendaraan (1 mobil 1 motor), namun dengan
memperbanyak jumlah armada angkutan umum. Baik busway ataupun Kereta Api,
monorel ataupun MRT dengan pelayanan yang baik dan tertib. Dijamin, mereka yang
sebelumnya menggunakan kendaraan pribadi akan sedikit demi sedikit akan beralih
ke angkutan umum. Karena selama ini, mereka bukannya tidak mau beralih, akan
tetapi armada yang ada belum mencukupi, di halte-halte busway terjadi antrean
yang cukup panjang, dan kRL pun selalu dipadati oleh para penumpang, dan di
atap pun menjadi alternatif bagi mereka yang tidak mau berdesak-desakan di
gerbong kereta yang sudah overload dan sudah tak layak lagi bagi manusia.
Berikutnya adalah peremajaan kendaraan, baik kendaraan pribadi
ataupun angkutan umum. “Buang” dan singkirkan kendaraan yang edisi tua.
Kendaraan pribadi cukuplah 10 tahun bertahan. Sehingga akan membantu mengurangi
polusi udara, sejalan dengan program go green. Peremajaan dan penertiban
kendaran umum ini penting demi kenyamaan penumpang, sehingga mereka akan
tertarik untuk beralih.
Kurangi subsidi atau kalau perlu hapus subsidi BBM untuk kendaraan
pribadi. BBM bersubsidi hanya untuk kendaraan umum. Sehingga mayarakat akan
berpikir ulang untuk membeli kendaraan pribadi.
Berikutnya, naikkan DP pembelian kendaraan bermotor cicilan,
besaran pajak dan kalau perlu harga parkir.
Kebijakan yang ada harus benar-benar diterapkan, artinya harus ada
tindakan tegas dari aparat dan dilakukan pengawasan yang ketat. Dengan
pemberlakuan kebijakan tersebut, niscaya kemacetan akan semakin berkurang
sedikit demi sedikit dan warga akan segera bisa menikmati udara Jakarta yang
sejuk dan bebas polusi.
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar