Sunday, December 1, 2013

Belajar Tuntas

Sistem Pendidikan Belajar Tuntas
Hari M Ngaidin*

Karena mimpi itu tidak dilarang, bahkan positif bagi masa depan, bolehlah saya memimpikan sebuah sekolah dengan sistem kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang sesungguhnya. Dimana pengklasifikasian kelas bukan berdasarkan usia atau lamanya masa belajar, namun berdasarkan pencapaian kemampuan individual peserta didik. Sistem ini bisa juga disebut belajar tuntas. Memang, dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan, tidak ada yang namanya tuntas dan tercover semua. Tuntas di sini maksudnya, peserta didik mampu menembus nilai KKM (Ketunasan Minimal), yaitu angka 6 atau 7 atau B. Dan, bagi peserta didik yang lulus pada level tertentu dengan nilai 6 boleh memilih untuk tetap tinggal di kelasnya, dan bila telah siap tes, dia segera diikutkan tes lagi. Sistem belajar tuntas menjamin kualitas. Sehingga, hanya peserta didik yang siaplah yang diuji, dan hanya yang siap-lah yang lulus.
Sistem ini tidak dibatasi oleh kurun waktu, periode, semester ataupun catur wulan. Batasannya hanya kemampuan individu peserta didik. Tes atau ujian naik level (kelas) bisa dilakukan kapan saja, yaitu apabila dia telah siap untuk naik, dia langsung dites. Tes ini tetap dilakukan, bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap materi. Bahkan, harus ada standar tententu. Yang punya kelas adalah guru. Sehingga, muridlah yang masuk ke kelas guru mata pelajaran tertentu. Misalnya, kelas Matematika level 1, kelas Matematika level 2, kelas Kesenian level 1, kelas fikih level 3, kelas Qiraati level 4, kelas IPA level 3, dan lain sebagainya. Dia tidak mempunyai kelas permanen dalam satu tahun. Namun, dalam satu waktu yang bersamaan, dia memiliki banyak kelas, sesuai jumlah pelajaran. Setiap pelajaran, bisa jadi akan berbeda-beda level/ tingkatnya, sesuai dengan kapasitas/ kemampuannya.
Boleh saja bila sistem ini bisa dikatakan masih di awang-awang, dalam bayangan, dalam mimpi. Akan tetapi, kalau kita mau jujur, sebenarnya, sistem ini bukanlah baru. Secara praktik, telah dan masih diberlakukan oleh pendidikan al-Qur’an metode Qiraati, lembaga kursus, dan lain sebagainya. Bahkan, sistem ini sebetulnya telah dipakai dan sudah dipraktikkan semenjak ratusan tahun yang lalu pada masa klasik, dan telah menghasilkan ribuan ulama yang kredibel dan ahli. Dimana seorang santri datang ke rumah seorang guru untuk mempelajari bidang ilmu tertentu, atau kitab tertentu (bertalaqqi dan musyafahah), dengan cara bandongan (sima’ qiraah asy-Syekh ala al-murid) dan sorogan (tasmi al-qiraah amama asy-Syekh) kepada seorang Syekh (guru). Apabila dia telah dianggap menguasai oleh sang Syekh, dia diberi ijazah dan direkomendasikan untuk belajar di syekh yang lain. Demikianlah sistem pendidikan ulama kita terdahulu. Untuk membuktikan ini, kita bisa membuka kembali cacatan biografi para ulama klasik Islam. Di sana kita akan mendapati, bahwa mayoritas ulama dididik dengan sistem semacam ini. Sebut saja imam asy-syafi’i, Ibnu Sina, al-Ghazali, asy-Syathibi, dan lain sebagainya. Bahkan, sistem ini, disinyalir masih dipakai di beberapa halaqah kuttab di sejumlah majid timur tengah, khususnya yang menggunakan sistem pendidikan tradisional.
Sistem ini sejalan dengan teori yang dikembangkan dalam Multiple Intelligences, yang pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Howard Gardner, pada tahun 1983. Teori ini menyatakan bahwa setiap anak cerdas, dan tidak ada anak bodoh. Setiap anak memiliki kapasitas/ kemampun potensial yang berbeda. Dimana, setiap anak dan orang dewasa paling tidak memiliki 8 kecerdasan sekaligus, namun dengan tingkatan yang berbeda-beda setiap kecerdasannya.
Terkait standar ketuntasan materi mata pelajaran di setiap level, di pelajaran Qiraati sudah jelas. Sedangkan pelajaran lain, masih dalam pemikiran. Sehingga, sementara, bisa menggunakan diktat kurikulum yang ada. Level 1 menggunakan diktat yang dipakai di kelas 1 SD, misalnya. Level 2 menggunakan diktat yang dipakai di kelas 2 SD, dan seterusnya. Untuk perkembangan selanjutnya, sistem ini bisa membuat modul sendiri pada setiap mata pelajaran, agar memiliki standar yang sama. Bisa jadi, setiap mata pelajaran memiliki level yang berbeda-beda. Dan, tentunya, jenis mata pelajaran dan tingkat kompleksitas pelajaran disesuaikan dengan tingkat usia dan kebutuhannya. Semua ini secara teknis akan diperluas dalam pembuatan modul dan kurikulum.
Saya bisa membayangkan, seandainya sistem ini dikembangkan, nantinya, bisa digambarkan ada seorang anak yang berusia 7 tahun. Bisa jadi, ia telah lulus TAS baca al-Qur’an metode Qiraati, dan hafal 10 juz al-Qur’an. Sementara pelajaran matematika baru level 4, komputer 5, membuat game level 3, desain grafis level 4, Syafawi Arabiyyah level 4, menulis Arab dengan keybord level 5, English speaking level 3, IPA level 3, bicara bahasa daerah level 4, kesenian level 5, bahasa Indonesia 6, sepak bola level 2, bulu tangkis level 5, dan seterusnya, tergantung kapasitas individual anak.

Kelebihan Sistem ini
Sistem ini, menurut hemat saya sangatlah luar biasa bila dikembangkan, juga memiliki prospek yang luar biasa bagi masa depan bangsa Indonesia. Menurut asumsi saya, banyak sekali kelebihan dari sistem belajar tuntas ini, diantanya, yaitu:
Pertama, dari sisi pendidik. Guru lebih mudah menyampaikan materi pelajaran yang diampunya. Karena, peserta didik, secara mental dan materi, telah siap. Sebab, dia masuk kelas sesuai dengan levelnya.
Kedua, dari sisi peserta didik. Anak tentunya tidak merasa terbebani dengan pelajaran yang diikutinya. Karena, sebelumnya telah melalui tes terlebih dahulu, sesuai dengan kemampuannya. Dan, anak tidak ‘dipaksa’ mempelajari materi yang bukan levelnya atau bidangnya.
Berbeda dengan yang terjadi di sekolah-sekolah formal saat ini, bahkan termasuk sekolah saya dahulu. Dalam satu kelas, dengan jumlah murid 25, yang berminat, nyambung dan siap dengan pelajaran matematika di kelas hanya sekitar 5 murid. Bila yang terjadi demikian, tentu kasihan guru yang mengajar, karena harus terbebani dengan murid yang tidak nyambung. Sementara 20 murid yang lain, juga sayang, waktunya terbuang, karena menyimak materi bukan level dan minatnya. Padahal, akan lebih efektif bila mereka mengikuti pelajaran sesuai dengan bidang yang diminati dan sesuai levelnya.       
Ketiga, dari sisi orang tua. Dengan sistem ini, orang tua akan mudah mengarahkan anak-anaknya dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mudah pula dalam memilih pekerjaan dan profesinya sesuai dengan bakat dan kecenderungan anak, merujuk pada teori multiple intelligences, yang menyatakan bahwa setiap anak pintar, dengan kecenderungan masing-masing. Karena dengan sistem ini, secara otomastis, kecerdasan apa yang lebih menonjol dari anak anak terdeteksi, yaitu bisa dilihat dari pencapaian akademiknya pada masing-masing pelajaran.
Keempat, menariknya lagi, perusahaan akan mudah sekali mencari karyawan. Yaitu dengan melihat sertifikat/ ijazah yang dimilikinya, bisa diketahui dia menguasai bidang apa.
Salam perubahan, untuk membangun generasi Indonesia yang unggul. Anda berminat? Mari bergabung dan saling berbagi!
Cirebon, 27/11/2013






* Hari M Ngaidin adalah nama pena dari Masyhari. Alumni fakultas Syariah LIPIA Jakarta, 2010. Di sela-sela studinya, di LIPIA, penulis mengabdikan dirinya mengajar al-Qur’an, selama kurang lebih enam tahun, di sebuah Taman Pendidikan al-Qur’an di Jakarta Selatan dengan menggunakan metode Qiraati. Saat ini, penulis singgah di Cirebon untuk menyelesaikan studi magister Ushul Fikih program beasiswa PKU Kemenag di PPs IAIN Syekh Nurjati. Di sela-sela aktifitas studinya, penulis juga sedang mendidik dua buah hatinya, Mohammad Nabil Al-Fatih (4 tahun 3 bulan) dan Zahwa al-Kayyisah (2 tahun 2 bulan) bersama sang istri tercinta di rumah dengan sistem homeschooling, sambil mempelajari pendidikan anak secara autodidak, melalui buku-buku psikologi anak, dan lain sebagainya. Penulis bisa dikunjungi di fb: Masyhari, weblog: mengaisembun.blogspot.com, atau email: Masyharie@gmail.com

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentar

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...