Wednesday, November 26, 2014

Hukum Mencium Mushaf Al-Qur’an

Hukum Mencium Mushaf Al-Qur’an, Bid’ah Dhalalah dan Masuk neraka?
Oleh Masyhari, Lc, M.H.I

Sebuah akun fb memposting sebuah tulisan di blognya tentang hukum mencium Mushaf Al-Qur’an.  Dalam blog tersebut disebutkan kutipan fatwa Syekh Al-Albani ahli [peneliti] Hadits era kini. Intinya, bahwa hukumnya bid’ah dhalalah. Alasannya, karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi saw, dan beberapa bantahan terhadap yang membolehkannya. Sebab, setiap bid’ah adalah sesat dan kesesatan terjamin masuk neraka. Benarkah demikian?
Setelah saya buka-buka (searching, maksudnya..hehehe), saya temukan sebuah fatwa di sebuah web berbahasa Arab islamweb.net, ternyata dalam permasalahan ini para ulama terjadi silang pendapat. Sehingga, disayangkan bila akun fb yang mengatasnamakan diri Qiraati Semarang dan blognya Qiraati Pusat, ternyata memuat fatwa dari satu sudut pandang saja, dan bahayanya fatwa tersebut [menurut saya] bersebrangan dengan mainstrem pengguna Qiraati sendiri. Kuatirnya, postingan tersebut hanya akan menjadi bumerang bagi Qiraati dan paling tidak menjadi polemik di kalangan masyarakat muslim [khususnya pengguna Qiraati]. Sehingga, menurut hemat saya, akun tersebut sebaiknya memuat pendapat secara berimbang.
Karena saya belum sepat membuka kitab-kitab aselinya, maka berikut ini saya terjemahkan fatwa dari islamweb.net:
Terjadi silang pendapat di kalangan ulama terkait hukum mencium mushaf Al-Qur’an. Sebagian menganjurkannya (mustahab). Pendapat ini dikutip dari As-Subkî. Sebagian ulama menganggapnya mubah (boleh). Ini adalah pendapat yang masyhur dikalangan madzhab Hanbali. Penulis Kasyful Qina’, kitab fikih Madzhab Hanbali mengatakan, “Diperbolehkan mencium mushaf Al-Qur’an.” Imam An-Nawawi dalam kitab “at-Tibyan fi Adabi Hamalah al-Qur’an” berkata, “Kami meriwayatkan dalam Musnad ad-Darimi dengan sanad shahih dari Abu Malikah, bahwasanya sahabat Ikrimah bin Abu Jahal ra pernah meletakkan mushaf di wajahnya dan berkata, “Ini Kitab Tuhanku. Ini kitab Tuhanku.”
Sementara Az-Zarkasyi dalam “Al-Burhan [fi Ulum al-Qur’an]”, berkata:
Satu permasalahan terkait hukum-hukum tentang pengagungan dan penghormatan terhadap Mushaf. Dan dianjurkan (mustahab) memberinya wewangian dan meletakkannya di atas kursi (tempat yang lebih tinggi,-penerjemah), serta boleh memberinya hiasan dari perak, sebagai bentuk pemuliaan, menurut pendapat yang shahih. Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya bersambung kepada al-Walid bin Muslim berkata, “Saya pernah bertanya kepada Imam Malik tentang hukum menghias Mushaf dengan perak. Lantas ia mengeluarkan sebuah mushaf dan berkata, “Ayahku (Anas) meriwayatkan padaku dari kakekku, bahwasanya mereka mengumpulkan Al-Quran pada masa Utsman bin Affan ra dan mereka memberi hiasan mushaf seperti ini dan semisalnya. Sedangkan dengan emas, menurut pendapat yang lebih shahih boleh bagi perempuan, dan tidak diperbolehkan bagi lelaki. Sebagian lagi membolehkannya secara khusus bila hanya di mushaf, bukan yang terpisah darinya. Sedangkan pendapat yang zhahir, hal ini dianggap sama saja. Diharamkan menjadikan mushaf Al-Qur’an dan kitab-kitab yang memuat ilmu sebagai bantal, karena hal tersebut merupakan bentuk perendahan dan penghinaan terhadap Al-Qur’an. begitu juga [diharamkan] menyelonjorkan kedua kaki ke atas sebagian dari ayat Al-Qur’an, atau kitab yang memuat ilmu. Dan dianjurkan mencium mushaf Al-Qur’an, karena Ikrimah bin Abu Jahal menciumnya dan juga diqiyaskan dengan dianjurkannya mencium Hajar Aswad. Karena itu merupakan hadiah bagi para makhluk-Nya, sebagaimana dianjurkannya mencium anak kecil. Sementara itu diriwayatkan tiga pendapat dari Imam Ahmad, yaitu antara boleh, dianjurkan dan tawaqquf.” Selesai.
Sedangkan menurut pandangan Madzhab Maliki, makruh mencium mushaf Al-Qur’an. Imam al-Khursyi dalam Syarah Khalil, “Makhruh mencium mushaf Al-Qur’an, begitu pula roti.” Selesai.
Boleh jadi, bersikap tawaqquf terkait hukum mencium mushaf adalah lebih benar, karena tidak ada dalil terkait hal ini, dan hal itu diriwayatkan dari Imam Ahmad. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fatawa, “Tidak kami ketahui ada pendahulu dari kalangan ulama Salaf terkait berdiri karena mushaf dan menciumnya. Sementara Imam Ahmad pernah ditanya terkait hukum mencium Mushaf, ia berkata, “Aku belum pernah mendengar satu riwayatpun terkait hal ini.” Selesai.
Sementara itu, dalam fatwa Syekh Abdul Aziz bin Baz berkata di dalam Majalah ad-Da’wah edisi 1643 disebutkan: “Apakah boleh mencium Al-Qur’an? Dijawab: Hal itu tidak mengapa (tidak berdosa). Akan tetapi, lebih utama meninggalkannya, karena tidak adanya dalil. Jika menciumnya, maka tidak apa-apa. Karena telah diriwayatkan dari Ikrimah bin Abu Jahal bahwasanya beliau pernah menciumnya dan berkata, “Ini firman Tuhanku. Tetapi, riwayat tentang hal ini tidak dihafal oleh selain Ikrimah, baik dari sahabat maupun dari Nabi saw. sementara riwayat tersebut masih dipertanyakan. Kendatipun demikian, jika seseorang menciumnya karena memuliakan dan mengagungkannya, tidak apa-apa, namun meninggalkannya lebih baik. Selesai.
Sedangkan Syekh al-Albani dengan tegas membid’ahkannya. Mau lihat fatwa aselinya, silahkan buka link berikut ini:
Kesimpulannya, permasalahan ini menjadi titik perbedaan pendapat di kalangan ulama. Pendapat berkisar antara, dianjurkan (mustahab), boleh, tawaqquf dan makruh. Dan hanya al-Albani yang menganggapnya bid’ah [dhalalah]. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.[]
Cirebon, 26/11/2014

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentar

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...