Hukum Mencium Mushaf Al-Qur’an, Bid’ah Dhalalah dan Masuk
neraka?
Oleh Masyhari, Lc, M.H.I
Sebuah akun fb memposting sebuah tulisan di blognya tentang
hukum mencium Mushaf Al-Qur’an. Dalam
blog tersebut disebutkan kutipan fatwa Syekh Al-Albani ahli [peneliti] Hadits
era kini. Intinya, bahwa hukumnya bid’ah dhalalah. Alasannya, karena tidak
pernah dicontohkan oleh Nabi saw, dan beberapa bantahan terhadap yang
membolehkannya. Sebab, setiap bid’ah adalah sesat dan kesesatan terjamin masuk neraka.
Benarkah demikian?
Setelah saya buka-buka (searching, maksudnya..hehehe), saya
temukan sebuah fatwa di sebuah web berbahasa Arab islamweb.net, ternyata dalam permasalahan
ini para ulama terjadi silang pendapat. Sehingga, disayangkan bila akun fb yang
mengatasnamakan diri Qiraati Semarang dan blognya Qiraati Pusat, ternyata
memuat fatwa dari satu sudut pandang saja, dan bahayanya fatwa tersebut [menurut
saya] bersebrangan dengan mainstrem pengguna Qiraati sendiri. Kuatirnya,
postingan tersebut hanya akan menjadi bumerang bagi Qiraati dan paling tidak
menjadi polemik di kalangan masyarakat muslim [khususnya pengguna Qiraati]. Sehingga,
menurut hemat saya, akun tersebut sebaiknya memuat pendapat secara berimbang.
Karena saya
belum sepat membuka kitab-kitab aselinya, maka berikut ini saya terjemahkan
fatwa dari islamweb.net:
Terjadi silang
pendapat di kalangan ulama terkait hukum mencium mushaf Al-Qur’an. Sebagian
menganjurkannya (mustahab). Pendapat ini dikutip dari As-Subkî. Sebagian ulama menganggapnya
mubah (boleh). Ini adalah pendapat yang masyhur dikalangan madzhab Hanbali. Penulis
Kasyful Qina’, kitab fikih Madzhab Hanbali mengatakan, “Diperbolehkan
mencium mushaf Al-Qur’an.” Imam An-Nawawi dalam kitab “at-Tibyan fi Adabi
Hamalah al-Qur’an” berkata, “Kami meriwayatkan dalam Musnad ad-Darimi
dengan sanad shahih dari Abu Malikah, bahwasanya sahabat Ikrimah bin Abu Jahal
ra pernah meletakkan mushaf di wajahnya dan berkata, “Ini Kitab Tuhanku. Ini
kitab Tuhanku.”
Sementara Az-Zarkasyi
dalam “Al-Burhan [fi Ulum al-Qur’an]”, berkata:
“Satu permasalahan
terkait hukum-hukum tentang pengagungan dan penghormatan terhadap Mushaf. Dan
dianjurkan (mustahab) memberinya wewangian dan meletakkannya di atas kursi
(tempat yang lebih tinggi,-penerjemah), serta boleh memberinya hiasan dari
perak, sebagai bentuk pemuliaan, menurut pendapat yang shahih. Al-Baihaqi
meriwayatkan dengan sanadnya bersambung kepada al-Walid bin Muslim berkata, “Saya
pernah bertanya kepada Imam Malik tentang hukum menghias Mushaf dengan perak. Lantas
ia mengeluarkan sebuah mushaf dan berkata, “Ayahku (Anas) meriwayatkan padaku dari
kakekku, bahwasanya mereka mengumpulkan Al-Quran pada masa Utsman bin Affan ra
dan mereka memberi hiasan mushaf seperti ini dan semisalnya. Sedangkan dengan
emas, menurut pendapat yang lebih shahih boleh bagi perempuan, dan tidak
diperbolehkan bagi lelaki. Sebagian lagi membolehkannya secara khusus bila
hanya di mushaf, bukan yang terpisah darinya. Sedangkan pendapat yang zhahir, hal
ini dianggap sama saja. Diharamkan menjadikan mushaf Al-Qur’an dan kitab-kitab
yang memuat ilmu sebagai bantal, karena hal tersebut merupakan bentuk perendahan
dan penghinaan terhadap Al-Qur’an. begitu juga [diharamkan] menyelonjorkan
kedua kaki ke atas sebagian dari ayat Al-Qur’an, atau kitab yang memuat ilmu. Dan
dianjurkan mencium mushaf Al-Qur’an, karena Ikrimah bin Abu Jahal menciumnya
dan juga diqiyaskan dengan dianjurkannya mencium Hajar Aswad. Karena itu
merupakan hadiah bagi para makhluk-Nya, sebagaimana dianjurkannya mencium anak
kecil. Sementara itu diriwayatkan tiga pendapat dari Imam Ahmad, yaitu antara boleh,
dianjurkan dan tawaqquf.” Selesai.
Sedangkan menurut
pandangan Madzhab Maliki, makruh mencium mushaf Al-Qur’an. Imam al-Khursyi
dalam Syarah Khalil, “Makhruh mencium mushaf Al-Qur’an, begitu pula roti.” Selesai.
Boleh jadi,
bersikap tawaqquf terkait hukum mencium mushaf adalah lebih benar,
karena tidak ada dalil terkait hal ini, dan hal itu diriwayatkan dari Imam Ahmad.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fatawa, “Tidak kami ketahui
ada pendahulu dari kalangan ulama Salaf terkait berdiri karena mushaf dan
menciumnya. Sementara Imam Ahmad pernah ditanya terkait hukum mencium Mushaf,
ia berkata, “Aku belum pernah mendengar satu riwayatpun terkait hal ini.” Selesai.
Sementara itu,
dalam fatwa Syekh Abdul Aziz bin Baz berkata di dalam Majalah ad-Da’wah edisi
1643 disebutkan: “Apakah boleh mencium Al-Qur’an? Dijawab: Hal itu tidak
mengapa (tidak berdosa). Akan tetapi, lebih utama meninggalkannya, karena tidak
adanya dalil. Jika menciumnya, maka tidak apa-apa. Karena telah diriwayatkan
dari Ikrimah bin Abu Jahal bahwasanya beliau pernah menciumnya dan berkata, “Ini
firman Tuhanku. Tetapi, riwayat tentang hal ini tidak dihafal oleh selain
Ikrimah, baik dari sahabat maupun dari Nabi saw. sementara riwayat tersebut
masih dipertanyakan. Kendatipun demikian, jika seseorang menciumnya karena
memuliakan dan mengagungkannya, tidak apa-apa, namun meninggalkannya lebih
baik. Selesai.
Sedangkan Syekh
al-Albani dengan tegas membid’ahkannya. Mau lihat fatwa aselinya, silahkan buka
link berikut ini:
Kesimpulannya,
permasalahan ini menjadi titik perbedaan pendapat di kalangan ulama. Pendapat berkisar
antara, dianjurkan (mustahab), boleh, tawaqquf dan makruh. Dan hanya al-Albani
yang menganggapnya bid’ah [dhalalah]. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.[]
Cirebon,
26/11/2014
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar