Sering kali sesuatu yang tidak pernah ada pada zaman Nabi saw dilabeli bid'ah oleh sebagian kalangan. Lalu bagaimana dengan lebaran ketupat, sebuah tradisi yang tentunya belum ada pada zaman awal Islam, dan sedikit-banyak berkaitan dengan ritus keagamaan, adakah ia sebuah amalan praktik bid'ah? Saya tidak ingin memperdebatkan hukumnya. Saya lebih tertarik untuk memaknai dan mencoba menerka, apa filosofi di balik tradisi yang hanya di Indonesia dan khususnya oleh suku Jawa ini? Boleh saja kan! Berlebaran itu identik dengan bersyukur setelah berjuang dengan sekuat tenaga. Ini bisa dilihat dari ritus dua hari raya yang ada dalam umat Islam.
Bila idul fitri dirayakan sebagai bentuk syukur atas perjuangan sebulan penuh mengekang nafsu, lantas disempurnakan kesucian jiwa dengan bermaafan dan saling mendoakan qabul, lalu idul qurban dirayakan setelah ibadah haji, meneladani Ibrahim dan keluarga melawan goda setan, merayakan kemenangan hamba Allah dari hamba setan. Maka lebaran ketupat dirayakan sebagai bentuk syukur atas perjuangan berpuasa sunnah 6 hari awal Syawal (tanggal 2-7), berjuang melawan godaan jajan dan nikmat makanan khas kampung halaman.
Terlepas sejak kapan, siapa dan untuk apa ia diadakan?! Sungguh, harus dikembalikan pada makna 'suci'nya. Pada hari pendak itu kita makan ketupat, makanan khas segi empat dengan paduan sambal kelapa dan kuah santan yang menggoda selera. Hanya saja, pesta syukur, belakangan dinodai dengan konser dangdut erotis di tempat2 wisata dan aneka model maksiat lainnya. Lebaran buat yang puasa, mestinya. Selamat menunaikan ibadah puasa Syawal.
Selamat berjuang menahan diri dari godaan jajan.
Selamat bertahan dari godaan makanan khas kampung halaman.
Karena hari raya ketupat sebentar lagi akan datang.
Makassar (Bandara Sultan Hasanuddin), 3 Syawal 1435 H
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar