Monday, November 10, 2014

Memaknai Lebaran Ketupat (2)


Wilujeng Kupatan

Selamat lebaran ketupat

Meskipun disebut dengan istilah lebaran, kupatan yang merupakan bentuk dan wujud syukur atas kemenangan dan keberhasilan berpuasa selama 6 hari bulan Syawal, yang berarti menggenapkan hitungan 36 hari (360 kebaikan=puasa setahun), bukan berarti disamakan plek dengan hari raya, sehingga haram berpuasa (sebagaimana dua hari raya). Tentu tidak demikian. 

Lebaran ketupat yang jatuh pada hari ini, kebetulan bertepatan dengan hari Senin, sehingga tetap masih disunnahkan berpuasa Senin. Toh, makan ketupat bisa waktu sahur dan berbuka. Kupatan hanya tradisi, tidak ada sangkut-pautnya dengan ritus keagamaan, tapi hanya sebagai bentuk syukur saja. Itu pun tak harus pakai ketupat. Hanya saja, ketupat sudah menjadi tradisi, di Jawa khususnya. Artinya, kalau bukan ketupat yang jadi makanan khas untuk dikonsumsi, ya bukan kupatan, bukan lebaran ketupat. Ya, boleh saja pakai lontong, tapi nanti namanya diubah jadi "Lebaran [Cak] Lontong". #mikir hehehehe

Lebaran sendiri bukan juga berarti plek semakna dengan hari raya. Lebaran itu dari kata "lebar" + "-an". Lebar berasal dari bahasa Jawa, yang berarti "rampung, usai, sudah dan kelar". Wis lebar (Jawa), berarti sudah rampung. Ditambah akhiran "-an" berarti kalau bahasa Betawinya "udahan". Lebaran berarti rampung sebulan puasa lamanya.

Lebaran bisa juga berasal dari bahasa Indonesia yang berarti "luas dan lapang". Berlebaran berarti melapangkan dada untuk menerima maaf atas kesalahan orang lain dan tidak rikuh meminta maaf atas kesalahan. Berlebaran juga berarti berbagi kelapangan rejeki kepada sesama.

Di Jawa Timur, lebaran ketupat disebut riyadi (riyoyo) kupat atau kupatan.   Konon, ketupat (kupat), berasal dari kata "kelepatan", bahasa Jawa, artinya kesalahan. Kupat berarti simbol terhapusnya kesalahan dan dosa dari hamba yang telah merampungkan puasa 30/ 29 hari bulan Ramadhan dan 6 hari bulan Syawal, dibarengi dengan saling halal bi halal, saling menghalalkan kealpaan antar sesama, 0-0 lah istilahnya.

Konon, istilah "kupat" berasal dari bahasa Arab, artinya "kafa" atau "kaffat", yang berarti cukup. Makan kupat secukupnya saja, tidak berlebihan.. (kalau ini tafsiran ngawur saya)..hehehehe

Ada pula yang mengatakan bahwa kata "kufat" berasal dari hadits "Al-jannatu khuffat bil makarih" (Surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan). Berpuasa itu menahan lapar, idak menyenangkan, waktunya makan di siang hari, ternyata dilarang. Tujuannya adalah untuk pengendalian diri, untuk mendapatkan harum aroma surga kelak nanti.

Istilah lebaran/ hari raya/ riyoyo dalam bahasa Jawa Tengahan disebut "bodo" (pakai 'd' jowo medok). Kalau istilah ini saya baru dengar belakangan dari seorang kawan dari Pekalongan. Sampai sekarang saya belum tahu asal-usul (filosofi) kata "bodo" ini. Mungkin dari kata "ba'da" bahasa Arab, yang berarti setelah. "Bodo" fitri berarti setelah Ramadhan, dan bodo Qur'an berarti setelah haji. Saya orang jawa Timuran, bukan orang Jawa Tengah. 

Wilujeng Kupatan. Selamat makan ketupat. Kupat di Jawa Timur berbentuk khas segi empat agak lonjong, simetris. Bungkusnya dibuat dari daun lontar (pohon siwalan) atau kelapa. Entah kenapa, ketika masuk Jakarta, yang buat orang Betawi, bentuknya jadi kurang jelas (bentuk apa ya? #nanyaserius). Entah duluan mana, antara kupat Jawa dengan ketupat Jakarta? (#nanya). Nah, di Jakarta, agak sedikit berbeda lagi. Bila di Jatim-Jateng kupat dibuat dalam momen hari ke-8 Syawal, di Jakarta, hari pertama Syawal udah bikin ketupat.

Sayangnya, karena belum bisa mudik, jauh dari kampung halaman. Jauh dari ibunda, istri dan mertua. Kupatan kali ini tak bisa makan ketupat. Boleh lah nanti mampir ke rumah tetangga yang bikin ketupat.hehehe

Selain ketupat, ada pula "lepet", berasal dari bahasa Jawa berarti salah. Lepet adalah makanan terbuat dari ketan, diberi santan dan dicampur kacang hijau/tunggak. Lepet adalah simbol, kelepatan (kesalahan) dimaafkan dan terhapus dengan lebaran. Saat berlebaran di Tana Toraja pekan lalu, sebelum dan sesudah shalat Iedul Fitri, saya disuguhi makanan sebentuk dan serasa lepet ini, hanya tak ada kacangnya. Di sana, makanan ini disebut Lappa'-Lappa'. Di Tana Toraja, saya belum disuguhi ketupat. Boleh jadi, di sana tidak ada, kecuali orang Jawa yang buat. Saat berlebaran di sana, ada makanan semacam lontong pipih persegi panjang. Dibungkus daun pisang, tapi pakai santan. Sedikit berbeda dengan lontong. Makanan yang disuguhkan khusus hari lebaran ini disebut Buras atau Burasa'. Tak ada ketupat, lontong pun jadi. Salam lemper.

Jakarta, 8 Syawal 1435 H/ 4 Agustus 2014 M


No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentar

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...