[Catatan kecil dakwah
Ramadhan 1435 H di Tana Toraja]
Allahu akbar Allahu akbar
Allahu akbar Allahu akbar
Selasa sore (22/07/2014),
suara nyaring muadzin berkumandang di rumah dinas Bupati Tana Toraja. Pekik
suara takbir, tahlil, syahadat dan ajakan untuk shalat dan kemenangan itu
menggelegar ke angkasa kota Makale. Tidak hanya itu, ayat suci al-Qur’an pun
dilantunkan dengan penuh kekhusyukan oleh ustadzah Halimah, turut membawa
suasana semakin Islami. Ayat tentang puasa dan turunnya al-Qur'an pada bulan
suci Ramadhan. Tampak, ibu-ibu berjilbab dan pria berbaju koko, lengkap dengan
pecinya. Sungguh pemandangan yang tak biasa terjadi di rumah Tator-1 ini.
Biasanya hanya lagu-lagu gereja yang terlantunkan. Maklum, karena sang Bupati
memang beragama Kristen. Bahkan, menurut sebuah sumber, beliau seorang pendeta.
Tepat di samping rumah dinas tersebut terdapat gereja bukit Sion. Paling tidak,
ada 4 gereja besar berdiri mentereng di sekeliling bundaran yang menjadi ikon
Tana Toraja itu, ada yang dari Katolik, Protestan, ada pula dari Advent. Dan
sebuah gedung perguruan tinggi yang cukup megah berdiri di sebelah selatan
bundaran, tiada lain adalah UKI Toraja.
Sore itu, Bupati Tator
sedang menggelar acara buka puasa bersama kaum muslim dan pejabat daerah
se-Tator. Dan, secara tiba-tiba, sekitar pukul lima, saya dihubungi Kasi Bimas
Islam Tator diajak menghadiri acara ini. Sebenarnya, remaja masjid dan pengurus
takmir masjid juga mendapatkan undangan. Namun, ternyata mereka memilih tidak
hadir dengan beberapa alasan, katanya, bersifat kepercayaan keagamaan, dimana
menurut hemat saya kurang tepat. “Ah, saya gak mau datang.” Ungkap seorang
aktifis remaja masjid mendapat undangan buka bersama tersebut. “Bupatinya
Kristen. Para pegawainya juga kebanyakan Kristen. Makanan dan minuman yang
dihidangkan tidak terjamin halal. Tidak jelas siapa yang masak. Kalau alatnya
habis dipakai masak babi gimana.” Lanjutnya berargumentasi.
Pandangan dan sikap berbeda
ditampakkan oleh bapak Suardi Sidik, kasi Bimas Islam Tana Toraja. “Kita hargai
dan hormati niat baik bapak bupati. Lagi pula, beliau kan pemimpin kita. Ini
kan bagian dari hablum minannas, memperbaiki hubungan sosial dan kerukunan antar-umat
beragama.” Terang bapak Kasi Bimas Islam, yang sekaligus menjabat sebagai
Sekretaris pengurus NU cabang Tator ini.
“Namun, kendatipun
demikian, untuk hadir kita memberikan syarat kepada bupati, yaitu susunan
acaranya kita yang menyusun dan hidangan dimasak oleh kaum muslim.” Lanjut pria
berasal dari Bulukumba ini.
“Susunan acaranya harus ada
tilawah al-Qur’an, ceramah, adzan dan shalat Magrib di sana. Ya, kapan lagi
lantunan ayat suci al-Qur’an dan adzan berkumandang di rumah dinas bupati.
Daripada lagu-lagu gereja kan. Ini kesempatan!” Ungkap Kasi Bimas Islam yang merupakan
mantan kepala MAN Makale ini berargumentasi.
Dalam sambutannya, bapak
bupati tampak sangat fasih berbicara tentang puasa Ramadhan dan terkait dengan
adat dalam Islam. “Semoga Allah subhanahu wata’ala menerima amal ibadah puasa
ibu bapak sekalian dan memberikan kekuatan hingga di akhir bulan. Dan semoga,
dengan pilpres diadakan di bulan suci Ramadhan ini bisa menjadikan suasana, di
Tana Toraja khususnya, tenang, aman dan damai.” Tidak hanya ucapan “salam ala
Islam” sang bupati bisa melafalkannya dengan fasih.
Sementara itu, bapak
Suardi, dalam kultum buka puasa bersama kali ini, menyampaikan tentang hikmah
berpuasa. “Hikmah puasa adalah melatih kesabaran. Dari pagi hingga petang, umat
Islam diharuskan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan. Mulai dari makan
hingga berhubungan biologis.”
“Namun, bila lupa, kemudian
makan, puasa tidak batal dan bisa diteruskan.” Ungkapnya. “Puasanya. Bukan
makannya.” Lanjutnya, disambut gelak tawa para hadirin.
“Sebenarnya, puasa ini
bukan hanya dilakukan oleh umat Islam saja. Umat-umat terdahulu juga
menjalankan ibadah puasa. Walladzina min qabdlikum. Terkait
umat terdahulu, para ahli tafsir ada yang menyebut bahwa mereka umat Nabi Isa,
Nabi Musa, Ibrahim, dan lain sebagainya, bahkan ada yang menyebutkan sejak Nabi
Adam dan bunda Hawa di surga. Dimana mereka diberikan kebebasan oleh Allah
subhanahu wata’ala untuk memakan apa saja di surga, kecuali buah dari satu
pohon. Mereka berdua diminta menahan diri, berpuasa dari makan satu jenis buah
itu. Namun, ternyata mereka terperdaya oleh setan, dan karena melanggar, mereka
berdua pun dihukum oleh Allah, diturunkan di bumi. Adam diturunkan di Arab,
sementara Hawa diturunkan di India. Pantas hidung orang Arab dan India
mancung-mancung. Coba kalau mereka berdua diturunkan di Tana Toraja, hidung
kita mungkin akan mancung.” Terang beliau, disambut tawa hadirin. Bapak kasi
Bimas Islam ini memang tidak lupa untuk menyelipkan guyonan di sela-sela
siraman rohani yang disampaikannya, khas kiyai-kiyai NU ketika berceramah.
(Masyhari)
(Tulisan dimuat di NU
Online, pada Ramadhan 1435 H)
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar