Semua menawarkan dagangan ideologinya dengan bayaran kekejaman dan ancaman bagi yang tidak merelakan diri untuk mengkonsumsinya.
Paksaan dan budaya kekerasan sedang beraksi
dengan riuh gempita oleh tangan-tangan orang yang mengaku sebagai wakil Tuhan.
Menegakkan kebenaran yang mereka usung. Menyerang mereka yang yang dianggap
sesat-menyesatkan. Kekerasan bertopeng perjuangan sedang berpesta.
Ketentraman, kemanusiaan dan kesejahteraan
yang merupakan impian hidup sudah dikhawatirkan ancaman kepunahannya. Rasa
menghormati dan menghargai serta toleransi terhadap pandangan orang lain sudah
tak lagi diperhatikan oleh penceramah.
Apakah keberanian dalam berjuang harus
diwujudkan dengan menyakiti perasakan orang lain? Bukankah keberagaman suatu
keniscayaan?
Nabi pun tidak menteror manusia yang tak mau
diajak mengikuti ajarannya. Karena sesungguhnya kewajiban dai hanya mengajak
kepada kebenaran, bukan menjamin mereka untuk mendapat hidayah walau harus
dengan paksaan. Sebab, hidayah adalah otoritas Tuhan. Bukan bagian dari hak
manusia.
Pendapat yang kita klaim benar, belum tentu
orang lain menerimanya sebagai kebenaran. So, harus disampaikan dengan
kedamaian dan penuh kesopanan, serta kesalihan.
Jangan lupa, doa adalah suatu yang wajib.
Sebab doa adalah senjata pamungkas kita, dan hidayah adalah milik Allah semata.
Sehingga, kepercayaan tidak bisa disampaikan
dengan pemaksaan-pemaksaan. Mengungkapkan kebaikan dengan baik dan damai.
Memberi contoh dari kebenaran yang diusung dengan penuh kebijaksanaan.
Sudah bukan saatnya teror dan kekerasan
dipakai senjata. Karena lidah masih kita punya.
Islam adalah penyeru ketentraman. Sekian.
Ciputat, 06 Agustus 2005
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar