Thursday, March 26, 2015

Budaya Diskusi (catatan lama)

Budaya diskusi perlu untuk dilestarikan dan diberdayakan oleh insan di kolong langit ini, terlebih lagi insan akademis yang setiap hari bergelut dalam dunia intelektual atau mondar-mandir di kampus, berkelana.

Diskusi, menurut hematku, sangat bermanfaat, di antaranya; tidak membiarkan otak beku. Jadi, diskusi adalah mensyukuri nikmat Allah swt berupa otak, pikiran, lisan dan lain-lainnya. Dengan diskusi kita melatih berpikir dan sekaligus mengutarakan gagasan secara sistematis dan teratur, serta melatih kita untuk mempertahankan pendapat yang kita anggap benar dengan menggunakan hujjah, argumentasi atau dalil yang logis, ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Kendatipun, kadang seringkali terjadi perdebatan yang kelihatan tak teratur dan cenderung menghantam lawan diskusi. Sebagai sebuah proses belajar, hal semacam ini wajar-wajar saja. Asalkan tidak berlanjut pada bentrok fisik atau membawa perseteruan hingga di luar forum diskusi. Untuk diskusi yang berakhir permusuhan, sungguh bukan hal yang etis dan tidak patut ditiru.

Diskusi, dalam bahasa Islam, biasa disebut tukar pendapat, share, munaqashah atau musyawarah. Hanya saja, tujuan diskusi lebih mengutamakan kelapangan dada, legawa menerima masing-masing pendapat yang dishare, meskipun tidak setuju. Diskusi terkadang tidak menghasilkan kesimpulan dari hal yang didiskusikan. Sementara musyawarah (rapat), biasanya untuk menyelesaikan suatu problem, atau dengan kata lain, untuk mencari solusi yang tepat. Namun, intinya keduanya hampir sama.

Dalam diskusi, budaya yang dikedepankan adalah sikap menghormati dan menghargai pendapat orang lain, meskipun berlawanan dengan pendapat kita, ataupun kita anggap salah. Sebab, tak menutup kemungkinan, pendapat yang berlawanan dengan kita malah yang benar.

Ingat kawan, kita hanya manusia biasa.Benar kata Imam Syafi’i, “pendapat saya benar, tapi mengandung kemungkinan salah, dan pendapat orang lain salah, tapi mengandung kemungkinan benar.”

Jadi, hendaknya dalam wilayah diskusi yang menuntut keterbukaan itu bisa dibudayakan sikap legawa dan lapang dada, serta menghindari rasa ingin menang sendiri. Diskusi bukanlah tempat untuk mencari kemenangan dengan memaksakan kehendak. Akan tetapi, bagaimana –selain mendapat kebenaran- belajar bertukar ide dan mau menerima dengan lapang dada pendapat yang berbeda.

Beda itu biasa. Keragaman adalah niscaya. Sebab diskusi adalah ladang toleransi, bukan meja hijau untuk menghakimi ataupun untuk mengklaim yang paling benar sendiri.

Sebab, yang paling benar adalah Allah swt. Kebenaran mutlah hanya milik-Nya. sedangkan kebenaran pendapat manusia adalah nisbi (relatif). Wallahu a’lam.

Ciputat, malam Jumat, 05 Mei 2005
    


No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentar

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...