Tabarukan dengan Sahur
Berburu Berkah dengan Sahur
Dalam sahur terdapat keberkahan. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Rasulillah saw dalam sabda beliau berikut:
تسحروا فإن في السحور بركة
"Bersahurlah, sungguh dalam sahur terdapat keberkahan."
Apa itu berkah?
Dalam lisan Jawa Timuran, berkah sering disebut dengan istilah barokah. Istilah berkat juga kerap dipakai, dan masuk dalam tradisi literasi bahasa Indonesia. Kata "berkat" juga menjadi tradisi dalam kalangan Muslim (di) Jawa. Setelah syukuran atau kegiatan yang mendatangkan banyak orang, tetangga dan handai tolan, walimah atau kenduri (kondangan), mereka biasanya dapatkan tentengan bungkusan. Dahulu, semasih di kampung, berkat berbentuk bungkusan plastik kresek berisi nasi (namanya nasi pasti udah mateng), lengkap dengan lauk-pauknya, dan terkadang dengan jajanan yang dikenal dengan kata "apem". Kata apem, konon berasal dari kata "afuwwun", dari bahasa Arab yang berarti "maaf". So, biasanya, apem diselipkan dalam berkat yang diberikan sebagai tentengan untuk acara yang ditujukan untuk permintamaafan dari si shahibul hajat (tuan rumah) kepada Allah.
Istilah berkat ini sering diplesetkan oleh orang-orang dengan kepanjangan diBREKno terus diangKAT, yang artinya ditaruh oleh shahibul bait wal hajat, lantas diangkat oleh tamu yang diundang untuk dibawa pulang sebagai tentengan untuk keluarganya. Anak istri pun biasanya senang menunggu di rumah lantas makan bersama dalam satu wadah bancaan. Hanya saja, akhir-akhir ini, di beberapa kampung, berkat matang sudah diubah dengan sembako mentah; beras, gula, teh, mie instant, dsb. Mungkin karena pertimbangan agar lebih simpel, tidak perlu ribet masak, dsb.
Berkat, juga diartikan sebagai karunia Tuhan yang membawa kebaikan hidup manusia, dan juga diartikan sebagai doa restu dan pengaruh baik dari orang yang dihormati atau dianggap suci. Demikian dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi).
Kata berkah, barokah, barakah dan berkat, berasal dari bahasa Arab, yang kalau kata Guru Saya, AlMaghfurlah KH. Moh. Baqier Adelan, berarti bertambahnya kebaikan, "az-ziyadah fil khair". Dengan adanya berkah, kehidupan kita semakin tambah kebaikannya.
Dalam tradisi pesantren salaf (tradisional), berkah merupakan sesuatu yang paling dicari oleh santri dari Allah swt, via berbagai media (wasilah), di antaranya melalui sang Kiyai (guru). Memang, berkah kerap dianggap sebagai hal yang abstrak, tidak kongkrit dan sepintas tidak jelas kasat mata. Namun, bagi kebanyakan santri pesantren tradisional (baca: NU), berkah adalah hal abstrak yang nyata efeknya bagi kehidupannya. Santri yang meyakini berkah, rela siang malam khidmat (menjadi khadim/ pelayan) di ndalem (rumah Kiyai), membantu dalam berbagai kebutuhan sang Guru, mulai dari menyapu, mengepel, menguras bak mandi, memasak, menjadi pramusaji, berbelanja, mencucikan, menjaga toko, hingga angon kambing guru. Semua dilakukan dalam rangka mencari berkah, doa restu sang Guru. Banyak kisah nyata, santri yang selama di pesantrennya menjadi khadim, ngabdi, meskipun di sekolahnya, nilai akademiknya pas-pasan, jarang kelihatan belajar. Namun, sewaktu lulus, pulang kampung, dia menjadi rujukan masyarakat, berperan di masyarakat, punya pengajian dan pesantren. Ada pula yang bisa kuliah berbeasiswa ke luar negeri, hingga dapat gelar doktor, dan menjadi dosen dan berperan penting. Ini diyakini sebagai buah dari keikhlasan berkhidmat. Barangkali, meskipun tidak tampak belajar, tapi di rumah Kiyai ia dengarkan pengajian kitab setiap hari, atau di rumah Kiyai banyak didapatkannya ilmu realitas yang dialami dan contoh kongkrit dilihat secara langsung setiap hari, atau karena ia dapatkan ridha dan doa restu dari Sang Kiyai. Wallahu a'lam.
Kembali ke sahur. Dalam sahur terdapat keberkahan, tambahan kebaikan. Kebaikan itu berupa kekuatan fisik dan ruhani untuk menjalankan ibadah secara lebih fit dan bugar. Bila makan minum sahur secara sehat dan cukup, akan memberinya bekal gizi untuk menjalankan ibadah puasa dengan penuh produktifitas. Sehingga, berpuasa tidak lantas bermalas-malasan beraktifitas, karena lemas, lemah dan letih. Namun, ini denfan catatan cukup, tidak berlebihan. Bila berlebihan akan berefek ngantuk, lemas dan akhirnya tidur pagi selepas Subuh. Ini kutang baik bagi kesehatan, katanya. Ya syukur-syukur sudah shalat Subuh. Kalau belum? Hemmmmm
Di antara yang dianjurkan oleh Rasulullah saw dalam bersahur adalah mengakhirkan sedikit sahurnya. Artinya, tidak terlalu kemalaman, beberapa jam sebelum tiba waktu fajar, sehingga tidak terlalu banyak makanan yang dikonsumsi dan durasi puasanya lebih lama, mungkin. Tidak pula terlalu dekat dengan waktu fajar, sehingga belum juga rampung sahur, Adzan sudah berkumandang. Dari itu, para ulama memunculkan istilah "imsak", sebagai "alarm" waktu jeda selama sepuluh menit untuk segera berhenti makan, agar bisa berkumur, bersikat gigi dan berwudhu untuk persiapan shalat Subuh berjamaah. Tanpa ada imsak, kerap kita lalai, sehingga adzan subuh telah berkumandang, namun mulut masih mengunyah makanan. Sementara, waktu start puasa adalah mulai terbitnya fajar.
Berbagi Makan-Minum Sahur
Sangat masyhur di kalangan kita bahwa memberi minum-makanan berbuka (ifthar) sangat besar pahalanya, sebesar pahala puasa, tanpa mengurangi pahala pelaku puasa (shaim). Alasannya, selain karena ada hadisnya, juga karena ia telah menjadi perantara untuk dapatkan kebahagiaan bagi orang yang berpuasa, lepaskan dahaga dan laparnya. Apalagi kalau yang berbuka memang fakir miskin, dua kebaikan diraih sekaligus. Namun, tahukah kita bahwa dalam memberikan makan sahur juga terdapat pahala besar?
Memang, gaung hadisnya tak begitu terdengar di telinga. Namun, bila melihat keberkahan sahur, yang menjadi bekal gizi, tentu menyediakan menu sahur juga berbuah berkah. Hal ini khususnya bagi para kaum papa, santri ataupun para JOMBLOWAN (sengaja diperbesar) yang belum ada yang bantuin nyiapin menu sahurnya. Niat hati mau sahur, peroleh berkah, apa daya, bangun-bangun tak sempat masaknya, mau beli warung sulit mencarinya. Karena itu, sepatutnya, masjid-masjid yang biasa menggelar berbuka bersama, bisa adakan sahur bersama, khususnya bagi kaum fakir-miskin, baik miskin materi ataupun miskiiin (kasihan) deh belum ada yang bantu masakin. Ngenes memang. Wallahu a'lam. Sory kalau sad ending.
Cirebon, 19/06/2015
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar