Monday, November 30, 2015
Jumbrek Paciran
Saturday, November 28, 2015
Bait Rindu di Kereta Senja
Bait Rindu di Kereta Senja
oleh Masyhari
Sayang,
Apa kabarmu kini di rumah sana?
Senja ini, kereta yang kutumpangi melintasi kotamu
batas antara ibu dan menantu
Bahkan sempat
Ia berhenti sejenak, di tempat berlabuhnya ribuan rindu
Sayangnya, kereta tak izinkanku turun hampirimu, sekedar lepaskan rindu di kalbu
Sayang,
Apa kabarmu?
Semoga sehat sentosa selalu
Merindu peluk hangatku di sisimu
sabar butuh sabar, sayang
Di atas gerbong kereta tua
Di lintasan rel tua renta
konon sedari zaman belanda
menguasai tanah air kita
Jejaknya dalam mental kita
tak jua hilang, walau
Waktu dan generasi tlah berganti
Sayang,
Kutulis bait bait ini
sementara hatiku tak kuasa
membendung arus di dalam dada
menahan gejolak beribu rasa
tak bisa kubahasakan dengan kata
Ujung ibu jemari ini tak mampu menata
Lunglai tiada gairah
menari tanpa dendang irama
saat kereta injakkan Prujakan
stasiun biasa kita mulai darinya
dan kita menuju padanya
Dada ini serasa penuh air mata
tumpah meleleh dari dalam saja
tak dapat merembes keluar dari lubuknya
Oleh tabah dalam jiwa
Walau rasa begitu menyiksa
Sayang,
Memang aku harus segera
sapa Ayahku di sana kini mulai merenta
di kampung halaman kita tercinta
terbaring lemah tiada daya
dalam penantian anak yang dirindunya
Seribu hari seribu malam lamanya
tak bersua-sapa muka aku denganya
hanya ingin doa dan ridhanya
Sayang,
Doa demi doa panjatkanlah
tasbih, zikir, asmaul husna rapalkanlah
Fatihah demi fatihah kirimkanlah
Semoga kita dalam lindungan-Nya
Allah Yang Maha Kuasa
Amiiin
Jakarta-Cirebon-Surabaya, 04/11/2015
Thursday, November 19, 2015
Menyikapi Anak Kecil di Masjid
Seberapa usia anak kecil ke masjid?
Bisa jadi, anak 3 tahun sudah bisa diajak ke masjid, dan sebaiknya, anak usia 7 tahun (hijriyah), sudah dianjurkan ke masjid, sebagaimana perintah Nabi saw, kalau melihat usia tersebut secara tekstual, tanpa melihat konteks dahulu dan kekinian. Pada intinya, saat anak sudah bisa mengontrol diri dan bisa dipasrahi tanggung jawab sederhana.
Peran Orang Tua
Sebaiknya, saat itu, anak jangan dilepaskan ke masjid bersama anak-anak seusianya atau sepermainannya. Sebab nanti bukannya shalat, tapi malah bercanda, mengganggu orang lain yang sedang shalat. Saya punya pengalaman buruk soal ini, kaca mata saya yang kutaruh di depan diinjak anak kecil yang berlarian (curcol), ini kasuistis-subjektif tentunya.
Sebaiknya anak didampingi dan ditempatkan di samping orang tuanya. Dengan catatan, sebelum shalat, orang tua telah memberikan panduan dan perjanjian dengan anaknya, ikut shalat atau cukup duduk di tempat. Bila tidak, atau ortu telah tahu bagaimana kondisi anak, sebab ada yang tidak bisa tenang, maka ortu sebaiknya tidak membawanya.
Ayah, ataukah Ibu?
Masjid Para Manula
Saat ini, beberapa masjid mengalami defisit remaja. Ikatan remaja masjid pun jarang yang beroperasi. Bilapun ada, hanya formalitas dan insidensial kegiatannya. Bukankah ini problem besar?
Konon, ada yang bilang, para manula tinggal nenunggu ajal, bau tanah, sehingga wajar rajin ibadah. Kesibukan kerja sudah berkurang, karena pensiun. Apa lagi kalau bukan makin dengan Tuhannya.
Batas usia orang tiada ditahu. Pemilahan masa kerja dan ibadah, masa dunia dan masa akhirat jelas bukan sebuah kebaikan. Saat kita sibuk dengan dunia, akhirat pun berjalan seiringan dengannya. Saat sukses dunia di usia muda, sukses akhirat kenapa harus ditunda tua. Toh, kesuksesan dunia akan makin menanjak, melangit, bila didukung dengan spiritualitas dan moralitas yang tinggi. Jadi, ke masjid tak perlu dan jangan sampai menunggu tua. Padahal kematian tidak milik orang tua saja.
Wednesday, November 4, 2015
Zakat Properti dan Zakat Fitrah dengan Uang
Oleh Masyhari, Lc, M.H.I
Materi kajian hadis malam ini adalah tentang "Zakat Fitrah dengan Selain Bahan
Pokok". Sengaja judul ini saya masukkan, karena terdapat perbedaan
pendapat dan secara faktual sangat aktual. Bagi para mahasiswa, penting untuk
diketahui pokok permasalahan, variasi pendapat, landasan argumentasi
masing-masing pendapat dan bagaimana menyikapinya.
Dalam diskusi kelas malam ini, setelah pemakalah memaparkan
materi diskusi, ada sejumlah soalan yang terlontar dari mahasiswa peserta
diskusi. Di antara soalan tersebut, ada tiga hal yang cukup menyita perhatian.
Patut kiranya untuk dikaji dan dibahas lebih mendalam. Soalan tersebut yaitu:
(1) Waktu Bayar Zakat Properti, (2) Zakat Fitrah dengan Nilai dan Nishabnya,
(3) Hukum Orang Miskin Mengambil (baca: Mencuri) Zakat dari Orang Kaya Yang
Menolak Bayar Zakat.
Pertama,
soal zakat properti
Terkait hal ini, ada ganjalan pertanyaan yang mengemuka
terkait kapan dibayarkan zakatnya. Apakah ia dibayarkan setiap tahun (haul),
sebagaimana pada zakat mal dari barang dagangan (urudh tijarah) yang lain,
dimana bila nilai properti itu setiap tahunnya mencapai nishab zakat mal, maka
ia dikeluarkan zakat 2,5%nya, sementara secara realustis dan kasuistis,
properti bisa jadi lakunya tidak jelas, bahkan bisa jadi 5 tahun, 15 tahun,
bahkan bisa lebih, apakah ia harus keluarkan zakatnya tiap tahun, sementara ia
belum terima uang keuntungannya? Ataukah ia disamakan dengan zakat mal
pertanian (zuru') sehingga ia dibayarkan ketika sudah laku terjual dan ia telah
terima uang?
Terkait hal ini, dalam Fiqh az-Zakah, Al-Qaradhawi (juz 1),
membahas mulai dari halaman 458 sd. 486. Intinya, ada dua pendapat. Pertama, tidak
wajib zakat pada properti (mudhayyiqin/ madzhb limitasi), dan kedua, wajib
zakat (muwassi'in/ madzhab unlimitasi).
Bila
wajib, bagaimana teknisnya, kapan dan berapa nishabnya?
(Terkait ini, buka sendiri referensinya, kepanjangan ntar.
Udah ngantuk saya... Nih, udah pukul 01.30 nih...hehehe).
Intinya, menurut Yusuf Al-Qaradhawi, bila memang properti
diniatkan untuk diperdagangkan (dibisniskan), ia kena wajib zakat, berdasarkan
ijmak yang dinukil oleh Ibnul Mundzir, berbeda dengan properti/ rumah yang
hanya untuk tempat tinggal. Namun, karena beberapa pertimbangan (hlm.
473-474), yang dibayarkan bukan nilai barangnya, tetapi dari keuntungan saja.
Lantas, kapan dibayarkan?Ada yg bilang, setiap tahun
dihitung untungnya. Ada yg bilang, setelah laku dan yg dizakati adalah uangnya.
Brp persen yg dikeluarkan?
Pendapat kontemporer menyatakan bhwa yg dikeluarkan sebesar
seperti zakat hasil bumi (ziraah dan tsimar), 5-10%. Sementara pendapat para
ulama, ia disamakan dengan zakat mal, yaitu 2,5 %.
Lantas, nishab (ukuran minimal sehingga wajib zakat)nya
berapa? Wallahu a'lam.
Kedua,
terkait zakat fitrah
Secara histori, sebagaimana disebutkan dalam Muntaqal
Akhbar, Nabi saw, sebagaimana riwayat Ibnu Umar ra, mewajibkan zakat fitrah
dengan satu Sha' kurma (tamr) atau satu Sha' gandum (sya'ir), atas setiap orang
muslim yang merdeka atau budak sahaya, laki2 atau perempuan. (Fiqh az-Zakah.
Al-Qaradhawi. Juz 2. Hlm. 918).
Terkait dengan hal ini, ada dua pendapat; Pertama, harus
satu sha' dari bahan makanan, dan kedua, boleh dengan setengah sha' qamh.
Pendapat pertama oleh Mayoritas ulama, dan kedua dikatakan oleh Hanafiyah dan
para muridnya. Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan bahwa di dalam Shahih
AlBukhari dan Muslim disebutkan bahwa Muawiyyah lah yang mengukur secara nilai
dan harga. Namun, Abu Said tidak menerima model ijtihad Muawiyah ini.
Ini diperkuat dengan riwayat AlHasan AlBashri yg disebutkan
oleh Ibnu alQayyim, bhw Rasul saw mewajibkan sedekah (zakat) satu sha' tamr,
gandum syair atau setengah sha' qumh....dst.. lantas, tatkala Sayyidina Ali bin
Abi Thalib datang dan melihat murahnya harga, beliau berkata, "Allah telah
melapangkan rizki pada kalian, andai kalian jadikan satu sha' untuk
semuanya." (HR. Abu Dawud).
Dari sini, Al-Qaradhawi menyimpulkan bahwa Sayyidina Ali
bin Abi Thalib ra melakukan demikian karena mempertimbangkan nilai/ harga sebagaimana dinyatakan
oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany dalam Fathul
Bari Syarah
Shahih al-Bukhari. Hanya saja, Al-Qaradhawi
menyatakan bahwa yang dijadikan parameter satu sha' adalah bahan pokok pada
negara masing-masing. Dengan alasan, bahwa illat-nya adalah
bahan makanan pokok sebagai barang yang dipakai zakat, sebagaimana yang berlaku di
negeri ini, dimana satu sha' itu setara dengan 2,4 kg (dibulatkan menjadi 2,5 kg), bukan harga atau nilai dari satu sha' dari kurma
tamr atau syair yg dipakai Nabi saw. Ya, melihat ukuran satu sha'nya (2,5 kg),
bukan harga barangnya. Sementara, saat berpendapat tentang kebolehan
bayar dengan nilai/ harga, Al-Qaradhawi menyatakan, untuk zaman ini, khususnya
di daerah industri dan perdagangan modern, nilai uang lebih utama.
Padahal, bila kita cermati lagi, ternyata, kalau
membandingkan harga kurma dan beras perkilo, kita akan dapati gap yang
sangat jauh. Mari kita hitung. Harga kurma tamr rata-rata berapa perkilo?
Taruhlah sekitar Rp 100rb. Bila yang diwajibkan adalah satu sha' = 2,5 kg, maka
yang harusnya dikeluarkan adalah 250rb. Itu bila kita rupakan uang rupiah
(bayar dengan harga). Sekarang kita bandingkan dengan yang terjadi dan
diberlakukan di Indonesia, dan juga ijtihad yang ada, beras 1kg= Rp 10rb, sehingga
yang dikeluarkan yaitu Rp 25rb. Sangat jauh bukan selisihnya?! Wallahu a'lam.
Ketiga,
Soal Orang Miskin, Perorangan (mustahiq) Mengambil Zakat dari Wajib Zakat Yang
Menolak Membayar Zakat
Secara umum, zakat adalah kewajiban dari orang kaya kepada
orang miskin, melalui perantara penguasa (pemerintah) sbg amilnya. Artinya,
pemerintah (amil) berhak mengambil paksa zakat dari wajib zakat. Hal ini
berdasarkan ayat:
خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها
Artinya, "Ambillah dari sebagian harta mereka (sebagai
sedekah wajib), untuk mensucikan dan membersihkan diri mereka dengan sedekah
wajib itu..."
Ayat tersebut ditujukan kepada Nabi saw sebagai seorang
pemimpin negara (‘amil) untuk mengambil zakat dari wajib
zakat, mau atau tidak, harus mau.
Namun, bagaimana bila ada seorang miskin lapar mengambil
(mencuri) dari orang kaya, baik disebabkan pemerintah ada tidak punya power/
tak ada regulasi yang dapat mengambil secara paksa, ataupun memang ia belum
terjamah oleh pembagian zakat, atau misalnya para perampok (semacam Robinhood)
yang mencuri harta orang kaya tapi pelit, lantas dibagikan kpd fakir miskin?
Dalam kasus seorang suami yang mampu dan berkecukupan,
namun enggan menafkahi istri dan anak-anaknya, syariat memperbolehkan mengambil
harta suami, meskipun tanpa diketahuinya, dengan catatan secukupnya, untuknya
dan anak-anaknya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw:
خذي ما يكفيك وأهلك
Artinya kurang lebih, "Ambillah harta
miliknya, secukupnya untukmu dan keluargamu."
Memang, semestinya, tidak boleh dan berhak mengambil harta
orang lain kecuali ada hak, seperti pemerintah. Sehingga, pengambilan tersebut
bisa dikategorikan pencurian (sariqah). Sehingga, ini perbuatan yang
tidak dibenarkan. Namun, karena terpaksa, daripada mati. Akan tetapi, yang
terjadi pada zaman Umar bin Khattab, seorang pencuri yg dimotivasi oleh
keterpaksaan, seperti kelaparan, tidak mendapat hukuman, bahkan semestinya,
orang kaya tersebut di dalam persidangan, atau pemerintah dituntut untuk
mencukupi si miskin, karena fakir miskin dalam tanggung jawab pemimpin
(negara), dan dalam harta orang kaya, ada hak orang miskin, bukan seperti yang
terjadi di Negeri ini, pencuri sandal, kayu beberapa potongan kecil, dan
barang2 kecil, karena miskin, dihukum berat, sementara koruptor dan pelaku
ilegal loging berat, bisa lolos karena punya modal tuk menyewa pengacara
cerdik. Wallahu a'lam
Terakhir, ternyata nulis tidak harus nunggu pakai leptop,
tapi pake hape touch screen dengan ujung jari telunjuk juga bisa sepanjang
ini.hehe. Dan, ternyata, setiap ada ide, sebaiknya langsung ditulis, bila
diPRkan, bisa gak tergarap.
Cirebon, 15-16/06/2015
Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional
Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...
-
Mukaddimah Bisa kuliah di kampus luar negeri merupakan nikmat dan kesempatan yang amat berharga, tidak semua orang bisa mendapatkannya...
-
Seorang kawan di fb meminta saya untuk menuliskan contoh Surat Keterangan Berkelakuan Baik (skkb/skck) atau surat rekomendasi berbahasa Ara...