Pagi ini,
jarum jam analog di dinding hapeku mununjuk angka di antara 5 dan 6. Kubersiap
segera untuk ke Stasiun, berharap agar tak ketinggalan kereta pagi yang
terjadwal pukul 8.00. Maklum, jarak rumah dan jalan protokol, tempat mangkal
angkot cukup jauh, sementara aku jalan kaki. Ya, konon, sejam sebelum
berangkat, harus sudah print-out tiket, karena yang kupegang batu kertas
booking-an yang kubeli dari minimarket. Andai saja, ada kawan yang rumahnya
dekat stasiun, bisa kutitipkan motor. Alangkah indah lagi jika punya lapak/
lahan di sana.
Beruntung
sekali rasanya, angkot yang kutumpangi, di tengah perjalanan, para penumpang
yang didominasi anak sekolahan pada turun, hingga tadinya penuh, sekarang
kosong-mlompong. Tinggal aku dan sopir.
"Mas, ke
Prujakan, stasiun ya?"
"Ya,
pak."
Langsung,
sopir motong jalur, yang jauh lebih dekat dari jalur yang semestinya.
"Wah, ini supir baik hati nih!" Dalam hati kuberkata.
Angkot sudah
berada di depan stasiun. "Pak, berapa?" Tanyaku, sambil kukeluarkan
uang lembaran 5rb dan 2rb.
Melihat
lembaran uang yang kubawa, supir hanya tersenyum, tanpa kata terucap dari
bibirnya. Apa dia jadi bisu ya?hehe.
Entah
aselinya berapa ongkos Kedawung-Prujakan, tak begitu penting. Yang penting,
sudah sampai stasiun, sebelum jadwal keberangkatan, dan bilapun lebih, itu
sebatas terima kasih atas kebaikanhati.
Kulangkahkan
kaki, menapaki dua tiga anak tangga stasiun, setelah kubanting ringan pintu
angkot. Mata langsung menuju fokus pada CTM, alat untuk cetak tiket mandiri.
Satu persatu jemariku memencet keyboard merangkai kode booking yang tertera.
Kupegang mouse, arahkan kursor pada tulisan "cetak". Jreng jreng.
"Kode
booking yang anda masukkan sudah kadaluarsa. Hubungi Costumer Service."
Begitu kira² bunyi (emang ada bunyinya?) di layar monitor.
Lah kok bisa?
Segera kutanyakan pada petugas, setelah kusapa.
"Maaf
pak, ini kenapa ya? Padahal ini masih jam 6 ya!"
"Coba
sini lihat booking tiketnya!" Pinta petugas.
Kuserahkan booking tiket pada petugas
itu.
"Lah,
ini khan tanggal 25, kemarin, Pak!"
Lah!!
Setelah
kucermati, ternyata benar (pake) bingiiiits.
"Padahal,
kemarin saya pesannya di minimarket untuk hari Senin loh!" Sementara di
kertas booking tak tertulis Harinya, hanya ada tanggal.
Walhasil? aku
harus beli tiket baru untuk hari ini.
"Silahkan
ke loket saja pak. Lain kali lebih teliti lagi pak."
Segera
kulangkahkan kaki, tiga empat langkah menuju loket. Kebenaran, tidak antri,
sedang sepi, hanya ada satu orang pembeli.
"Bu,
masih ada tiket Tegal Arum untuk tujuan Senen pagi ini?"
"Maaf,
sudah habis pak. Adanya Matarmaja berangkat pukul 06.30 harga 115rb, Majapahit
90rb berangkat pukul 07.00, dan....."
"Majapahit
ajha bu."
"Ya pak,
mohon maaf, pinjam katepenya sebentar."
Alhamdulillah,
akhirnya dapet tiket juga, dan lebih pagi lagi, meski harus membayar lagi.
Pengennya biar ekomomis, eh ternyata harus keluar lebih lagi.heheh
Memang, saat
membeli tiket, sudah bilang hari Senen, tapi karena kekurangcermatan dalam
melihat tanggal, kasir Alfamart dan akhirnya aku, pun salah, keliru.
Namun,
beruntung lah, masih ada tiket untuk hari ini (yang terjangkau isi dompet).
Kalau tidak, bisa² keberangkatan hari ini tertunda, harus balik lagi ke rumah.
Oh, tidak.
Alhamdulillah,
meskipun sama² ekonomu, tapi ternyata kereta Majapahit cukup nyaman, jauh lebih
bagus daripada Kertajaya, Matarmaja, apalagi Tegalarum. Maklum, baru sekali ini
naik Majapahit. Dan, beruntung, tiketnya cuma 90rb. Padahal, di onlinenya masih
mahal, dekat angka 200an. Semoga bermanfaat.
Bismillahi
majreeha wamursaha inna rabbi laghafurun rahiim.
Sampai jumpa
Cirebon, selamat datang Jakarta.
Kereta
Majapahit, 26/10/2016