Hasil Tantangan
Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribadi, juga selaku pembina (baca: provokator) Sahabat Literasi IAI Cirebon, ngadain tantangan kecil-kecilan, berupa nulis bebas, genre apa saja tentang guru. Tujuannya, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-para guru. Menurut hematku, yang pas dilakukan oleh komunitas literasi dalam momentum #HGN ya menulis tentang guru.
Alhamdulillah, sambutan para anggota UKM (saya lebih suka menyebutnya komunitas) SLI ini cukup positif. Di hari-H, yaitu tanggal 25 November 2020, tulisan demi tulisan diposting di grup WA Sahabat Literasi IAI Cirebon. Sampai jam ditutupnya tantangan hasil perpanjangan waktu, pukul 23.30, total keseluruhan tulisan yang masuk ada 28 tulisan.
Dari kedua puluh delapan tulisan tersebut dapat dibagi dalam 4 klaster, yaitu esai, cerita, puisi dan pantun.
Baiklah, aku mau bahas kluster pertama, yaitu esai. Esai pertama datang dari sahabat @Yusuf Paisal Ekos yang berjudul Kisah Guru Inspiratif. Tidak hanya judulnya yang tertulis inspiratif. Isinya juga tidak kalah inspiratif. Bahkan iseng-iseng aku cek di plagiarismdetector, ternyata hasilnya 100% unique. Inilah satu poin yang aku suka. Anggota komunitas berani berkarya, walau bagaimanapun hasilnya (baca: kualitasnya). Karena menulis itu keterampilan, sebuah proses yang butuh latihan demi latihan. Orang bilang jam terabang. Semakin sering latihan menulis, akan semakin bagus, karena terlatih.
Esai inspiratif ini berisi kisah guru
hebat
dan inspiratif bernama Prof Yohanes Surya dengan segala prestasinya dalam mengantarkan anak-anak didiknya menuju sukses. Katanya, guru yang sukses adalah bila mampu mengantarkan muridnya lebih sukses darinya.
Tapi, setelah diterawang lagi, ternyata esai ini memuat cerita. Tapi ini bukan cerpen ya. Tulisannya juga berisi potongan-potongan kisah nyata saja.
Oh ya, sedikit menyinggung cerpen. Meskipun singkatan dari cerita pendek, bukan berarti karena "pendek", lalu ceritanya hanya satu dua paragraf. Kata pendek memang subjektif. Dulu semasih sekolah di MTs, aku juga pernah punya pikiran begitu. Pendek tuh dikiranya cuma satu dua paragraf. Ternyata, pendek itu jika dibandingkan dengan novel. Kalau novel itu satu buku berisi satu kehidupan panjang. Sementara cerpen itu berisi potongan pendek kehidupan, dan panjangannya beberapa halaman saja. Dan cerpen ataupun novel itu termasuk genre sastra-fiksi.
Tulisan berikutnya datang dari @Rahmat Hidayah berjudul "Tentang Guru" perspektif penulisnya, juga berisi ucapan selamat buat para guru. Pengalaman kurang sedap dari gurunya saat ujian juga disinggungnya. Meskipun ia juga bilang kalau jadi guru itu tidak mudah, dan akhirnya dia doakan semoga para guru sabar menghadapi murid semacam penulisnya.hahaha
Esai selanjutnya dari @Sanudi berjudul Oemar Bakrie Era Modern. Sebagaimana judulnya, tulisannya dibuka dengan potongan lirik lagu Iwan Fals: "Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakrie sebesar kuda poni". Sayangnya, ia salah nulis sebagain liriknya. Mestinya "seperti dikebiri", tapi ditulisnya "sebesar kuda poni". Ini sekedar catatan kecil dariku.
Adapun isinya cukup memukau, berisi pandangan penulis tentang nasib guru era kini. Meskipun berbagai tunjangan telah diterima oleh banyak guru dan pendidik, tapi tetap saja masih banyak guru honorer yang besaran gajinya habis buat transportasi dan makan satu dua hari.
Ya, kalau mau cari, solusi mah banyak di sana-sini. Misalnya bikin bimbel, kursus, nulis buku, wirausaha, olshop, sambil nge-youtube, dan lain sebagainya. Apalagi di era pandemi ini, pemerintah banyak gelontorkan dana bantuan untuk berbagai kalangan. Mulai dari pinjaman tanpa bunga, hingga dana bantuan sosial. Lumayan buat tambahan modal usaha kan.
Esai terakhir datang dari @Ari Yoseva setelah beberapa puisi dikirimkannya. Dalam tulisannya yang berjudul Hari Guru untuk Muridku, ia tuliskan pengalaman pribadinya selama menjadi guru. Tulisannya semacan refleksi diri sebagai seorang guru yang entah di mana, ia tidak cerita. Ya, katanya meskipun berat, menjadi guru itu mulia. Apalagi, menjadi guru sudah menjadi cita-cita dan jalan hidupnya. Maka, seberat apa pun, harus dijalani dengan senyuman dan kesabaran. Senyuman, canda dan tawa riang anak-anak murid adalah hiburan, obat segala nestapa, katanya. Mungkin juga penghibur lara oleh kecilnya gaji yang diterimanya.. Entah harus tertawa atau menangis.
Karena sudah jam 12.03, untuk sementara sampai di sini dulu ya. Dilanjut besok nanti lagi...