Saturday, April 26, 2014

Mau Kemana Aku? (bagian 3)

Berikut lanjutan dari cacatan "Mau Kemana Aku?" bagian 3 dari Masyhari, Lc, alumni fakultas Syari’ah LIPIA Jakarta tahun 2010.

Kemampuan dasar apa yang harus dimiliki agar bisa sukses kuliah di LIPIA?
Sebenarnya, ketika kita lolos tes masuk dan terdaftar sebagai mahasiswa, berarti kita sudah punya modal kemampuan dasar untuk bisa sukses di LIPIA, yaitu kemahiran berbahasa Arab. Setiap mahasiswa punya potensi untuk sukses. Hanya saja, kemampuan dasar ini tidaklah cukup. Karena selain ada beberapa ketentuan khusus di kampus ini, ada beberapa jurus rahasia yang penting untuk diketahui agar mahasiswa tidak gagal di kampus ini.
Berikut ini ketentuan khusus di kampus LIPIA yang penting untuk diketahui, di antaranya:
a. Sistem perkuliahan
Secara umum, sistem akademik yang dipakai di kampus ini adalah buku paket, bukan SKS seperti yang diterapkan di kebanyakan Universitas di Indonesia. Setiap mata kuliah ada buku diktat wajibnya, sebagaimana di Aliyah. Bedanya, di sini, buku diktat dibagi gratis. Misalnya, di persiapan bahasa, buku daras yang dipakai adalah serial pengajaran bahasa Arab (silsilah ta’lim al-lughah al-arabiyyah) terbitan kampus sendiri.
b. Bahasa Pengantar
Satu-satunya, bahasa pengantar perkuliahan di sini adalah bahasa Arab fush-ha (resmi), bukan ‘ammiyah (pasaran). Penggunaan terjemah ke bahasa Indonesia sangat dihindari. Bahkan, di kelas, mahasiswa tidak diperkenankan membawa kamus Arab-Indonesia atau sebaliknya. Kamus yang diperbolehkan hanya Arab-Arab, yaitu kamus semisal al-Mu’jam al-Wasith, dsb. Pemaknaan kosakata dengan muradif (sinonim)nya atau dengan penjelasan dengan bahas Arab juga.
Biasanya, pertama kali masuk level I’dad, mungkin penyerapan pemahaman bahasa kita terhadap penjelasan dosen, khususnya kita yang belum terbiasa mendengar dari orang Arab langsung, berkisar 50-60 % dan komunikasi verbal kita juga masih agak belepotan.
Tips: [1] Sering-seringlah mendengarkan pembicaraan berbahasa Arab, melalui video atau MP3 ceramah, muhadatsah, film, ataupun drama berbahasa Arab, [2] catat kosa kata yang kau baca atau yang kau dengar, lalu cari artinya di kamus atau ditanyakan ke teman/ dosen, [3] jangan berbicara dengan kawan mahasiswa kecuali dengan berbahasa Arab. Latihan monolog di depan cermin menggunakan teks muhadatsah atau khutbah berbahasa Arab juga bisa jadi alternatif, [4] rutinlah menulis apa saja yang ingin kau tulis dengan berbahasa Arab, sehari 5 baris untuk pemula cukup lah.
c. Sistem Evaluasi (Ujian)
Di kampus ini terdapat 2 ujian, yaitu imtihan a’mal sanah (UTS) dan imtihan niha’i (UAS). Nilai UTS berbobot 30, sementara nilai UAS berbobot 70. Mayoritas soal ujian lebih menekankan pada sistem hafalan, selain pada pemahaman.
Untuk UAS, mahasiswa digabung dengan semester lain, dan suasananya seperti UN. Kedisiplinan, ketertiban dan kejujuran benar-benar diperhatikan di sini. Lima menit sebelum bel berbunyi, mahasiswa harus sudah di dalam ruangan. Bila terlambat, bisa terancam tidak bisa masuk. Bila ada mahasiswa yang kedapatan membawa catatan, bekerja sama dengan teman atau mencontek, ia terancam tidak lulus pada mata kuliah yang diujikan, dan namanya akan ditempel di papan pengumuman.
Tips: [1] hindari belajar secara SKS (sistem kebut semalam), jelang ujian baru belajar. Belajarlah setiap hari. Sebelum masuk kuliah, sebaiknya kamu baca buku, dan sepulang kuliah rivew kembali, [2] buatlah talkhish (ringkasan) poin-poin materi pelajaran, jauh hari sebelum ujian. Sehingga jelang ujian, tinggal membuka ringkasan. Kalau perlu, hafalkan poin-poinnya dengn membacanya berulang-ulang.   
d. Sistem Penilaian
Sistem penilaian yang dipakai di kampus ini bersifat akumulatif (tarakumy). Gambaran singkatnya, jumlah total nilai semester 1 diakumulasikan dengan semester 2, dan seterusnya, hingga semester 4 di I’dad. Ketentuan penilaian semacam ini diberlakukan pula di Takmily, Syariah dan Diploma.
Jurus rahasia: maksimalkanlah belajarmu untuk mendapatkan nilai semaksimal mungkin di semester awal, dan pertahankan nilai pada semester berikutnya. Bila nilai kita di semester awal sudah jeblok, maka cukup sulit untuk menaikkannya di semester berikutnya.
e. Ketuntasan Minimal
Untuk penilaian mata kuliah menggunakan angka 60-100, dengan rincian: 60-69 disebut maqbul (cukup), 70-79 disebut jayyid (baik), 80-89 disebut jayyid jiddan (baik sekali) dan 90-100 disebut mumtaz (istimewa).
Seorang mahasiswa dianggap lulus suatu mata kuliah bila nilai minimal 60 (maqbul). Bila kurang dari itu, ia disebut hamil (tidak lulus), karena ia menanggung beban mata kuliah yang mahmul. Artinya dia harus mengikuti ujian ulang pada mata kuliah tersebut. Bila dalam satu semester ada 3 mata kuliah yang tidak lulus, ia disebut rasib (tidak naik), dan ia harus tinggal semester bersama adik-adik kelasnya.
f.   Absensi
Di kampus ini, kehadiran mahasiswa sangat penting dan cukup ketat. Bisa dimaklumi, karena kuliah gratis. Selain tertinggal materi pelajaran, ketidakhadiran juga mempengaruhi kelulusan mata kuliah. Mahasiswa harus memperhatikan kehadirannya, karena bila persentase absen (ketidakhadiran) dalam satu mata kuliah sudah mencapai 25% dalam satu semester, maka ia mahrum (tidak bisa mengikuti ujian pada mata kuliah tersebut) dan harus mengulang pada semester berikutnya.
Tips: [1] Jangan sampai tidak masuk, kecuali kondisi darurat. Bila sakit, mintalah keterangan dokter sebagai penghapus absen. Surat izin tanpa penguat, tidaklah berguna. [2 buatlah catatan absen pribadimu, agar tahu berapa kali kamu absen. Rumus absensi, saat itu: Jumlah jam pelajaran sepekan x 3 = kesempatan absen. Misalnya, mata kuliah fikih dalam sepekan 2 jam pelajaran, maka kesempatan kamu absen hanya 6 kali. Baiknya, kamu tanyakan ke bagian kemahasiswaan (syu’un ath-Thullab). (bersambung)

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentar

Ulasan Hasil Tantangan Menulis Bareng SLI di Hari Guru Nasional

Hasil Tantangan #NulisBarengSLI #HariGuruNasional2020 #SahabatLiterasiIAICirebon Beberapa hari yang lalu (23/11/2020) aku atas nama pribad...