Mungkin, dari judul di atas, Anda
sudah menebak isi dan kemana tulisan ini mengarah. Semoga tebakan Anda benar.
Tapi, maaf, sekalipun benar, aku tidak menyiapkan hadiah untuk Anda ya, kecuali
tulisan ini. Semoga saja bermanfaat.hehehe
Sebagian orang tua, mungkin mengalami kesulitan ketika hendak
membawa anaknya yang masih kecil ke dokter untuk diperiksakan, apalagi jika
anaknya harus disuntik. Aduh rasanya sulit. Sebab, sang anak sudah merasa
ketakutan terlebih dahulu.
Kasus lain, pada suatu tengah
malam, tiba-tiba anak Anda yang masih kecil kebelet pengen buang air, karena
takut hantu atau setan, ia pun tidak berani dan meminta Anda mengantarkannya.
Malangnya, terkadang Anda sendiri malah ketakutan juga. Apa pasal?mengapa
demikian, sementara hantu itu hanya hayalan, dan setan tak perlu ditakutkan.
Masalah ini sebetulnya sederhana.
Terkait hal ini, anak-anak bisa diibaratkan kertas atau folder file yang masih
kosong. Kertas itu akan menjadi bacaan yang indah dan berguna, jika diisi
dengan goresan pena kata yang indah dan baik, dan begitu pula sebaliknya. Teori
fitrah bisa kita pakai dalam hal ini. Fitrah anak adalah bersih dan suci, tidak
merasa takut terhadap sesuatu. Biasa-biasa, woles saja. Persepsi anak terhadap
sesuatu sesuai dengan informasi yang masuk padanya. Sehingga, bila ada anak
takut terhadap kosa kata semisal monster, hantu, setan, suntikan, dan lain
sebagainya, besar kemungkinan informasi yang masuk kepadanya terkait hal-hal
tersebut adalah yang negatif dan menakutkan. Informasi tersebut bisa jadi dari
kawannya, televisi, film, game, buku, atau bahkan bisa jadi dari Anda sendiri,
tanpa disadari. Barangkali secara tidak sadar, suatu kita pernah menakutinya
dengan hal-hal tersebut.
“Lekas tidur ya. Kalau tidak,
nanti hantunya datang loh!”
“Kamu jangan minum es dan makan
permen! Nanti kalau batuk, kamu disuntik sama dokter!”
“Kalau kamu tidak....., nanti......!”
Selain dalam media-media yang
disebutkan sebelumnya, hantu, setan, suntikan, monster dipersepsikan sebagai
hal-hal yang menakutkan. Bila kita informasikan kepada anak-anak bahwa semua
itu sesuatu yang biasa dan wajar-wajar saja, anak-anak pun akan menganggapnya
biasa saja dan tidak takut.Persepsi ini akan dibawanya hingga ia dewasa, sampai
ada info lain atau pengalaman yang menyatakan lain.
Hal ini sebagaimana yang terjadi
pada Nabil (5, 5 tahun ) dan Keysa (3, 5 tahun) anak kami. Kemarin, mereka
berdua dengan agak memaksa minta diantar pergi ke rumah sakit untuk disuntik.
Bagaimana bisa?
Sebelumnya, anak-anak belum
pernah mendengar tentang ‘ngeri’nya suntikan, baik dari tv (karena memang tidak
punya tv) ataupun dari kawan sekolahnya (karena memang mereka berdua belum
masuk sekolah formal).
Malam hari itu dan sebelum berangkat ke RS, kami beri tahu
mereka, lebih tepatnya kami ajak untuk disuntik untuk dicek golongan darahnya.
“Nanti kalau sudah disuntik,
golongan darah kamu akan diketahui. Ada yang A, B, AB atau O, dan kamu akan
dapat hadiah kartu, setelah itu.” ujar saya pada keduanya.
Cek golongan darah ini ada
hubungannya dengan mendidik anak berdasarkan golongan darah. Menurut sebuah
buku yang ditulis berdasarkan penelitian di Jepang, juga yang disampaikan oleh
PakAbubakar
Dachlan, dengan mengetahui golongan darah anak, ortu atau guru akan
lebih mudah mendidik anak.
Setelah diberitahu nilai positif,
tujuan dan kelebihan suntikan, mereka berdua pun langsung minta diantar dengan
merengek, agak memaksa. Kami pun menyanggupinya, meskipun sebenarnya ibu mereka
sedang enggan untuk antar, sebab sedang kurang enak badan. Tapi, karena
anak-anak merengek untuk diantar, sang ibu pun akhirnya ngalah.
Sewaktu di dalam ruangan di Rumah
Sakit, ada dua petugas laboratorium yang melakukan tindakan. Satu bertindak
sebagai penyuntik, dan satu lagi memegang. Petugas pun tampak sudah bersiap
siaga. Mungkin kuatir nantinya anak-anak akan berontak karena ketakutan atau
kesakitan. Selain itu, petugas juga meminta sang ibu memangku anak yang akan
disuntik, sekaligus membantu memegangi tangannya.
Saat tiba giliran sang kakak
(Nabil) disuntik, Keysa aku gendong, kuajak ngobrol, dialihkan ke hal lain,
dengan tujuan jaga-jaga barangkali Nabil meraung kesakitan, agar dia tidak melihatnya
saat ditusuk jarum suntik. Kuatir dia juga takut dan tidak jadi disuntik. Jurus
pengalihan pun berhasil.
Dan ternyata, dengan membaca
bismillah, injeksi pertama berjalan lancar.
“sakit ndak?”
“Enggak.” Jawab Nabil.
Dan alhamdulillah hal yang sama terjadi pada sang adik. Tak takut dan tidak
terasa sakit.
Ciwaringin, 05/03/201
“sakit ndak?”
“Enggak.” Jawab Nabil.
Dan alhamdulillah hal yang sama terjadi pada sang adik. Tak takut dan tidak terasa sakit.
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentar